
LUBIS/RB
SIDANG: Terdakwa memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana kegiatan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (PPKS), Selasa (28/2).
BENGKULU, KORANRB.ID – Ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu menyatakan kerugian keuangan negara dalam dugaan tindak pidana korupsi penyaluran dana kegiatan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (PPKS) Pada Kelompok Tani Rindang Jaya Kecamatan Pinang Raya Kabupaten Bengkulu Utara Rp 9.056.760.000.
Sidang beragendakan keterangan saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, Selasa (28/2), dengan hakim ketua majelis, Fauzi Isra, SH.
Dalam penjelasannya, saksi ahli BPKP Perwakilan Bengkulu, Riko Pratama mengatakan kerugian keuangan negara dalam bantuan dana PPKS sebesar Rp 9 miliar lebih berasal dari pemalsuan KTP dan KK oleh keempat terdakwa.
“Peminjaman KTP dan KK kepada yang tidak berhak menerima. Sebanyak 87 KK yang tidak berhak menerima bantuan PPKS,” sampai ahli BPKP.
BACA JUGA: Mantan Kabid PMD Kaur Dituntut 18 Bulan
87 KTP dan KK terkumpul tersebut oleh keempat terdakwa dibuatkan surat-surat pelengkap atas 87 KTP dan KK yang telah dipinjam tersebut sebagai syarat PPKS yakni SPPBT (Surat Pernyataan Penguasaan Bidang Tanah, red).
Disebutkan ahli bahwa terdakwa Arlan Sidi mengajukan permohonan untuk 708,1133 hektare lahan dengan total biaya Rp 21.243.399.000 berdasarkan surat Nomor : 31/SK/TJM/V/2020 tanggal 26 Juni 2020 perihal Permohonan Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit melalui Dana BPDPKS Tahun 2020 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara. Dengan melampirkan dokumen yakni, proposal, Profil Pekebun, Profil Lahan, Scan KTP, KK, Scan Sertifikat Hak Milik (SHM), Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Pernyataan (SP), Legalitas dan susunan pengurus, Peta lokasi usulan kebun yang berkoordinat, Rekening Pekebun, Rekening Poktan, Offering letter indicative, Surat Kuasa Khusus, Surat Keterangan Beda Nama Pengusul dengan surat lahan dari Desa, Surat Keterangan Beda Nama KTP dengan KK dari Desa, Surat Pernyataan Kebenaran luas lahan yang diketahui Kepala Desa, Surat Pernyataan Lahan tidak sengketa masing-masing pekebun diketahui Kepala Desa, Rekapitulasi Surat Pernyataan Lahan Tidak Sengketa dari Poktan diketahui Kepala Desa dan Camat, Surat Pernyataan umur tanaman diatas 25 tahun, produksi kurang dari 10 ton per Hektar per tahun dan bibit.
Persidangan kemudian dilanjutkan dengan kesaksian masing-masing terdakwa diperiksa keterangannya, terdakwa Arlan Sidi mengakui mengajukan lahan untuk ikut replanting seluas 18 hektare dengan meminjam KTP dan KK sebanyak 5 orang. Terdakwa Priyanto mengajukan lahan untuk ikut replanting seluas 166 hektare dengan meminjam KTP dan KK sebanyak 52 orang lain.
Terdakwa Suhastono mengajukan lahan untuk ikut replanting seluas 20 hektare dengan meminjam KTP dan KK sebanyak 5 orang lain. Terdakwa Eli Darwanto mengajukan lahan untuk ikut replanting seluas 20 hektare dengan meminjam KTP dan KK sebanyak 5 orang. Ada imbalan uang sekitar Rp 150 ribu diberikan keempat terdakwa kepada yang dipinjam KTP dan Kknya, untuk syarat membuka rekening di bank.
“Terdapat sebanyak 208 hektare luas kebun kelapa sawit yang dipalsukan KTP dan KK nya oleh keempat terdakwa,” kata JPU, Rozano Yudistira, SH, MH.
Setelah para terdakwa saling bersaksi, sidang kemudian ditunda hakim ketua majelis dan akan dilanjutkan kembali pekan depan, dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari JPU. Di luar persidangan, JPU Rozano Yudistira mengatakan baik keterangan dari ahli BPKP dan keterangan para terdakwa saat saling bersaksi justru menguatkan dakwaan JPU.
Rozano mengatakan dari anggaran Rp 21 miliar, yang sudah terealisasi oleh poktan Rindang Jaya sekitar Rp 7 miliar lebih. “Hasil audit BPKP itu dari 87 KK yang tidak berhak menerima bantuan PPKS, 87 KK dan KTP yang dipinjam serta disalahgunakan oleh para terdakwa untuk mendapatkan bantuan PPKS,” sebut Rozano.
Ditambahkan Rozano, kerugian keuangan negara sebesar Rp 9 miliar dari total anggaran Rp 21 milar, yang terkonfirmasi tindak pindana korupsi itu sesuai dengan hasil dari perhitungan BPKP. “Untuk yang terkonfirmasi ada perbuatan melawan hukumnya, sekitar Rp 9 milar lebih sesuai dengan keterangan dari ahli BPKP. Sisa dari Rp 21 miliar itukan masih ada yang belum terkonfirmasi, belum diketahui unsur melawan hukumnya,” jelas Rozano.
Terkait keterangan para terdakwa saat saling bersaksi kata Rozano, sesuai dengan apa yang telah didakwaakan sebelumnya. Lantaran luas lahan para terdakwa melebihi ketuntuan penerima bantuan PPKS.
“Mereka para terdakwa bermufakat untuk memakai KTP dan KK orang lain untuk mendapatkan bantuan tersebut. Sehingga lahan mereka yang lebih dari ketentuan yakni 4 hektare bisa terakomodir,” sampai Rozano.
Sementara itu, Penasihat Hukum (PH) keempat terdakwa, Zelig Ilham mengatakan pihaknya merasa ada yang janggal terkait hasil dari perhitungan saksi ahli dari BPKP dengan metode PKKN (Perhitungan Kerugian Keuangan Negara, red) kerugian negara sebesar Rp 9 miliar lebih, secara pasti tidak diketahui oleh kliennya dalam perkara ini.
Kemudian terkait uang Rp 7 miliar lebih yang telah direalisasikan menurut Zelig keempat kliennya sama sekali tidak menggunakan untuk kepentingan pribadi. “Apakah digunakan oleh para terdakwa untuk kepentingan pribadi, atau memperkaya diri sendiri. Itu tidak bisa dipastikan oleh ahli BPKP, dan sampai sidang hari ini (kemarin, red) tidak ada fakta yang menyebutkan para terdakwa memakai uang walau hanya seribu rupiahpun,” terang Zelig.
Ia pun menyatakan sesuai kesaksian keempat klienya, memang benar adanya pemalsuan KTP dan KK, namun hal tersebut berangkat dari ketidaktahuan kliennya saat pengajuan bantuan PPKS. “Terkait denga pemalsuan KTP dan KK memang diakui oleh para terdakwa, namun dengan catatan peminjaman tersebut dilakukan mereka sama sekali tidak mengetahui adanya aturan yang melarang,” demikian Zelig. (jam)