Baca Koran Harian Rakyat Bengkulu - Pilihan Utama

Kemenperin: Insentif Otomotif Mendesak, Penjualan Mobil Terus Turun

FOTO: Febri Hendri Antoni Arief--

Data Gaikindo menunjukkan penjualan wholesales Januari–Oktober 2025 mencapai 634.844 unit, turun 10,6 persen dari tahun sebelumnya. Penjualan retail juga merosot 9,6 persen menjadi 660.659 unit.

Data Ditjen ILMATE mencatat produksi kendaraan turun menjadi 957.293 unit, dibanding 996.741 unit pada 2024. Segmen entry (OTR < Rp200 juta) turun hingga 40 persen, segmen low (Rp200–400 juta) turun 36 persen, dan kendaraan komersial melemah 23 persen.

BACA JUGA:Tingkatkan Penerimaan Daerah, Pemprov Bengkulu dan Kemenkeu Perketat Pengawasan Rokok Ilegal

BACA JUGA:Insiden Penembakan 5 Petani, DPRD Bengkulu Selatan Panggil PT ABS

Segmen-segmen tersebut selama ini menjadi tulang punggung industri otomotif nasional dan menyasar konsumen kelas menengah. Pelemahan berlapis dikhawatirkan menekan usaha komponen hingga ancaman PHK.

“Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” kata Febri.

Ia menambahkan, insentif otomotif juga akan membantu masyarakat sebagai konsumen. “Insentif akan menciptakan ruang bagi penurunan harga kendaraan, memperbaiki sentimen pasar, serta mempertahankan daya beli masyarakat,” ujarnya.

Kemenperin belum menetapkan bentuk insentif, tetapi Febri memastikan arah utamanya adalah segmen kelas menengah-bawah dengan mempertimbangkan nilai TKDN.

Dukungan Komunitas Otomotif

Sejumlah komunitas otomotif mendukung rencana insentif otomotif, dengan catatan perlu tepat sasaran. 

Founder Xpander Mitsubishi Owners Club (X-MOC), Sonny Eka Putra, menilai insentif harus diarahkan pada kendaraan kelas menengah ke bawah.

“Kalau saya ngelihatnya case by case. Maksudnya insentif itu diperlukan untuk mobil kalangan menengah ke bawah biar tepat sasaran. Kalau yang di segmen atas itu nggak wajib malah,” ujarnya.

Sonny menilai mobil hybrid yang harganya relatif lebih tinggi tidak perlu mendapatkan insentif. “Mobil menengah ke atas itu memang jangan sampai ada insentif, karena dianggap mereka mampu membeli,” tambahnya.

Ketua Dewan Pengawas Calya Sigra Club (Calsic), Ryan Cayo, mengatakan insentif bukan sekadar “diskon”, melainkan stimulus menjaga ekosistem otomotif. “Ketika pemerintah menyampaikan sinyal berbeda, hal itu membuat pelaku usaha hingga konsumen lebih berhati-hati dan ini bisa makin memperlambat pemulihan pasar,” ujarnya.

Pemilik showroom mobil bekas Indigo Auto, Yudy Budiman, mengatakan kebijakan yang timpang menimbulkan psikologi pasar negatif. “Banyak orang yang jadi nunda pembelian. Kalau di mobil bekas kita ada penurunan mungkin sekitar 10–20 persen,” ungkapnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan