Tradisi Lompat Batu Nias Punya Sejarah Dan Makna Mendalam, Diabadikan Dalam Uang Kertas Rp1000
UANG SERIBU: Foto tradisi lompat batu di Pulau Nias yang diabadikan dalam uang kertas rupiah--Foto: M. Zulkarnain.Koranrb.Id
KORANRB.ID - Pulau Nias, yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatra, terkenal dengan tradisi lompat batu (fahombo). Tradisi ini sudah ada selama berabad-abad dan menjadi salah satu warisan budaya yang mendunia, bahkan tradisi ini pernah diabadikan dalam bentuk uang kertas.
Ini sejarah dan makna tradisi lompat batu Pulau Nias.
Lompat batu Nias diyakini berasal dari kehidupan suku-suku tradisional yang dulu sering berperang satu sama lain. Pada masa lalu, Nias dikenal sebagai pulau yang penuh dengan benteng atau dinding pertahanan yang dibangun untuk melindungi desa-desa dari serangan musuh.
Benteng-benteng ini biasanya memiliki ketinggian mencapai 2 meter atau lebih, yang berfungsi sebagai pertahanan alami dari ancaman eksternal.
BACA JUGA:20 Anggota Geng Wagana 'Dicokok' Macan Gading Bersama Polsek Jajaran
BACA JUGA:Punya Mata Menyeramkan! Berikut 5 Fakta Unik Ikan Teleskop, Ikan Laut Dalam
Dalam konteks peperangan, pria kepulauan Nias dituntut memiliki kekuatan, kelincahan, dan kemampuan melompat tinggi. Sebagai bagian dari persiapan perang, mereka berlatih melompati batu-batu tinggi yang sengaja dibangun.
Tujuannya bukan hanya untuk latihan fisik, tetapi juga untuk menguji nyali dan keberanian. Kemampuan melompati batu tersebut dianggap sebagai bukti bahwa seseorang siap untuk menjadi seorang prajurit atau pejuang yang tangguh.
Di luar aspek peperangan, lompat batu juga menjadi ujian kedewasaan bagi laki-laki muda Nias. Untuk membuktikan bahwa mereka telah dewasa dan layak dianggap sebagai pria sejati dalam komunitas, mereka harus berhasil melewati tantangan ini. Bagi banyak pemuda, sukses melompati batu adalah tanda bahwa mereka siap untuk menghadapi kehidupan dengan penuh tanggung jawab.
Untuk melaksanakan tradisi lompat batu, batu yang digunakan biasanya berbentuk prisma segi empat dengan tinggi sekitar 2 meter dan lebar 1,5 meter. Batu ini dipahat dari bahan alami, dan lokasinya diletakkan di pusat desa atau di tempat-tempat khusus untuk upacara adat.
Sebelum melompat, peserta biasanya menjalani latihan fisik yang intens untuk memperkuat otot kaki, kelincahan tubuh, dan mengatur napas. Selain itu, pakaian yang dikenakan juga khas, dengan ikat kepala, kain tradisional Nias, dan pelindung tubuh yang memberi kesan heroik.
Setelah siap secara fisik dan mental, seorang peserta akan berlari dengan kecepatan tinggi menuju batu dan melompat di atasnya tanpa menyentuh batu sedikit pun. Jika berhasil melewati batu tanpa jatuh atau menyentuhnya, itu menandakan keberhasilan.
BACA JUGA:10 Fakta Gunung Everest yang Bikin Kamu Tercengang!, Salah Satunya Tempat 'Berburu' Mayat
BACA JUGA: Sejarah Film Porno: Dari Film Eksperimental hingga Industri Global