Bayar Denda 4 Kali Lipat, Kasus Cukai Bisa Distop

Petugas Bea Cukai memeriksa barang bekas impor. --ist/rb

BACA JUGA:Desa dan Kelurahan Wajib Perbarui Data Penduduk

’’Tidak bisa hanya hukuman sanksi administrasi. Kalau begini, semakin tinggi risiko peredaran rokok ilegal. Mengapa? Karena risiko para pelaku usaha rokok ilegal dalam berbisnis berkurang,’’ jelas dia.

Di sisi lain, Fajry menyebut tarif cukai di Indonesia sudah optimal dan terus mengalami kenaikan. Kondisi itu membuat gap harga rokok legal dan ilegal semakin tinggi. Artinya potensi profit dari pelaku usaha rokok ilegal meningkat. ’’Dengan risiko usaha rokok ilegal yang menurun, sedangkan potensi untungnya semakin meningkat, industri rokok ilegal akan semakin marak. Itu risikonya,’’ imbuhnya. 

BACA JUGA:Makin Pelik! Dana Hibah Ditambah, KPU dan Bawaslu Kepahiang Menolak

Terpisah, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, aturan itu merupakan pelaksanaan UU 7/2021 yang menegaskan prinsip ultimum remedium. Sehingga penerimaan negara jadi prioritas. ’’Penyidikan dapat dihentikan jika membayar denda sebesar 4 kali cukai yang harus dibayar,’’ jelas dia.

Menurut Prastowo, prinsip itu jauh lebih dulu dipakai di UU KUP (UU Perpajakan), sejak UU 6/1983. Dia melanjutkan, karakteristik UU Perpajakan memang administrative penal law atau hukum administrasi yang diperkuat dengan pidana. Itu membuat pemidanaan untuk mendorong kepatuhan, tapi prioritas tetap penerimaan negara. Maka hal itu membuat jumlah dendanya sangat besar.

Prastowo menyebut, tanpa jalan keluar ultimum remedium, maka pelanggaran pidana cukai yang berlanjut ke proses hukum akan berisiko divonis rendah dan denda ringan. ’’Maka kini diberi kesempatan bayar denda yang sangat besar. Ini solusi win win: pelaku jera, negara mendapat tambahan penerimaan,’’ tuturnya. (**)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan