Buku Adat Masih Minim, Pemkab Rejang Lebong Wacanakan Untuk Cetak Digital
BERSAMA: Pjs. Bupati Rejang Lebong, sejumlah Kepala OPD dan Ketua BMA berfoto bersama usai rakor persiapan penyambutan kunjungan Tim LAM Jambi.-foto: arie/koranrb.id-
BACA JUGA:Pilgub Bengkulu 2024, ASKI Siap Menangkan ROMER
BACA JUGA:TPG dan Tamsil Triwulan III Sudah di Kasda, Siap-Siap Cek Rekening
“Dengan upaya pengembangan buku adat istiadat, Pemkab Rejang Lebong berharap agar minat terhadap budaya lokal meningkat, terutama di kalangan generasi muda. Dalam jangka panjang, hal ini bisa mencegah kepunahan nilai-nilai tradisional yang diwariskan oleh leluhur. Keberadaan buku-buku ini menjadi sumber pengetahuan yang akan menghidupkan kembali nilai-nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Rejang,” terangnya.
Langkah untuk mendigitalisasi buku-buku adat istiadat bukan hanya bertujuan untuk memudahkan akses, tetapi juga untuk memastikan bahwa pengetahuan ini dapat bertahan dalam waktu yang lama.
Di era digital, masyarakat cenderung mengandalkan perangkat elektronik untuk mencari informasi. Oleh karena itu, penyediaan literatur adat dalam format digital menjadi penting, karena lebih mudah disebarluaskan dan diakses oleh masyarakat luas.
“Dengan adanya versi digital, buku-buku tentang adat Rejang dapat diakses dari berbagai daerah bahkan negara lain. Ini juga membuka peluang untuk memperkenalkan budaya Rejang ke tingkat internasional, sekaligus mempromosikan kekayaan budaya Indonesia secara global. Digitalisasi ini juga menjadi langkah preventif untuk melindungi buku-buku dari kerusakan fisik seiring berjalannya waktu,” paparnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Rejang Lebong, Zulkarnain Harahap, menyatakan bahwa saat ini perpustakaan daerah memiliki 3.011 judul dengan total 4.800 eksemplar buku. Meski demikian, jumlah buku yang membahas tentang hukum adat dan adat istiadat masih terbatas.
Zulkarnain juga menyampaikan bahwa perpustakaan daerah perlu melakukan pembaruan koleksi buku agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Buku-buku nonfiksi yang berkaitan dengan hukum adat dan sejarah budaya Rejang menjadi prioritas untuk ditambah, mengingat fungsinya sebagai sumber literatur utama dalam mendukung pendidikan budaya masyarakat.
“Selain itu, buku-buku ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang sosial dan budaya,” terangnya.
Zulkarnain menjelaskan, meski terdapat Pemkab Rejang Lebong terus upaya untuk melestarikan budaya Rejang melalui buku, namun masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi.
Salah satunya adalah keterbatasan dana untuk memperbanyak koleksi buku. Selain itu, tantangan lain adalah kurangnya minat membaca di kalangan generasi muda.
“Kita tak pernah bosan mengajak masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih peduli terhadap budaya dan literasi lokal, sehingga adat istiadat tidak hanya menjadi sesuatu yang diketahui secara sepintas, tetapi benar-benar dipahami dan dihargai,” beber Zulkarnain.