Pemkab Bengkulu Selatan Dituntut Cabut IUP PT ABS
TUNTUT: Masyarakat Pino Raya dan Walhi Bengkulu memperjuangkan lahan masyarakat dari perusahaan.-foto: rio/koranrb.id-
“Kami akan tetap kawal ini sampai tuntas bersama masyarakat Pino Raya,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Walhi Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga mengatakan, pihaknya intens melakukan pemantauan terhadap wilayah-wilayah di Bengkulu yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan. Salah satunya perusahan PT ABS di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Menurutnya, perusahaan perkebunan sawit PT. ABS mendapatkan izin lokasi pada tahun 2012, kemudian izin lokasi tersebut diperpanjang pada tahun 2015 dan terakhir pada tahun 2016 izin lokasi telah habis/tidak berlaku lagi tertanggal 21 September 2016.
“Pemerintah sudah seharusnya memeriksa dan mengevalusi perizinan dan menghentikan operasi PT ABS tersebut,” kata Ritonga.
Ia mendorong pemerintah sesuai kewenangannya dapat mengevaluasi dan mencabut seluruh perizinan yang telah kedaluwarsa karena ini menunjukkan ketidakpatuhan perusahaan.
Selain itu, tambah Ritonga, saat ini sebagian besar lahan PT ABS tidak dimanfaatkan dengan baik atau ditelantarkan oleh PT ABS.
Berdasarkan hasil analisis dan identifikasi lapangan, PT ABS diduga telah menelantarkan lahan atau tidak dimanfaatkan dengan baik oleh perusahaan sebagai bentuk kewajiban pemegang izin, sehingga kemudian dapat ditetapkan sebagai Kawasan Telantar berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
“Diduga PT ABS tidak mampu memperoleh tanah minimal 50 persen dari total lahan 2.950 hektare seperti yang diwajibkan dalam pasal 19 ayat 3 dalam PerMen ATR BPN No 17 Tahun 2019 tentang Izin Lokasi,” jelas Ritonga.
Atas hal itu Walhi Bengkulu memberikan rekomendasi, pemerintah provinsi dan Pemkab Bengkulu Selatan segera mengevaluasi dan memeriksa seluruh perizinan PT. ABS.
Mendesak ATR/BPN segera menetapkan luasan lahan eks PT. Agro Bengkulu Selatan sebagai kawasan terlantar dan didistribusikan kepada masyarakat sekitar berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Mendesak Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bengkulu untuk resolusi konflik agraria berdasarkan amanat Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
“Kita berharap permasalahan ini tidak menimbulkan konflik dan sebagainya karena ulah perusahaan,” tandasnya.