Tambang Emas Seluma Dinilai Tidak Untungkan Masyarakat

Kawasan hutan Bukit Sanggul yang berada di Kabupaten Seluma bakal menjadi kawasan tambang emas PT. ESDM.--reno/rb
Tidak hanya itu, akan banyak lagi program-program sosial yang akan dijalankan PT. ESDM untuk kesejahteraan masyarakat sekitar, seperti program menyekolahkan anak-anak pekerja dan berbagai upaya untuk memberikan dampak baik kepada masyarakat.
BACA JUGA:Pemkab Bengkulu Tengah Siapkan 6 Lahan Untuk Bangun Dapur Umum Makan Bergizi Gratis
BACA JUGA:Segera Pesan Honda Forza Matic 250 CC, Semi Moge Rp 90 Juta, Ini Kemewahannya
“Banyak potensi di Bengkulu yang selama ini tidak terlihat untuk itu kita sama-sama membuka pikiran, akan ada banyak manfaatnya dan juga meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,” terangnya.
Direktur Yayasan Ganesis Bengkulu, Egi Ade Saputra dorong Pemperontah Provinsi (Pemprov) Bengkulu tidak mengeluarkan rekomendasi. Egi menerangkan seluas 2.378 hektare sawah warga di Kecamatan Ulu Talo, Talo, Ilir Talo, Talo Kecil, Semidang Alas, dan Semidang Alas Maras akan sangat terdampak dengan adanya aktivitas pertambangan emas mili PT Energi Swa Dinamika Muda (PT ESDM).
Sebab sawah di 6 kecamatan tersebut bergantung pada aliran irigasi Sungai Air Talo Besar, Sungai Air Alas, Sungai Air Alas Tengah, dan Sungai Air Alas Kanan yang bersumber dari Hutan Lindung Bukit Sanggul.
“Ada banyak masyarakat yang bakal terkena dampak dari adanya aktivitas pertambangan emas milik PT. ESDM di bukit sanggul nantinya,” bebernya.
Egi menuturkan PT ESDM telah meningkatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi operasi produksi melalui SK nomor 91202066526110014 yang berlaku sejak 17 Januari 2025 hingga 17 Januari 2045 mendatang, dengan luas wilayah 24.800 hektare.
Meningkatnya izin PT ESDM tersebut berdasarkan terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia Nomor SK.533/MenLHK/Setjen/PLA.2/5/2023, yang menurunkan fungsi kawasan hutan lindung Bukit Sanggul seluas 19.939,57 hektare menjadi kawasan Hutan Produksi.
“Melalui surat itu, menerangkan bahwa fungsi hutan Bukit Sanggul diturunkan fungsinya menjadi 19 ribu hektare menjadi hutan produksi, dan secara lugas juga kepentingannya untuk investasi,” kata Egi.
Penurunan status dari hutan lindung menjadi hutan produksi Bukit Sanggul tersebut tentunya menimbulkan berbagai dampak seperti mengakibatkan ekosistem menjadi rentan.
Sebab, awalnya penunjukan Bukit Sanggul sebagai kawasan hutan dengan fungsi lindung tidak lepas dari kondisi topografi, kelerengan, dan sebagai wilayah perlindungan kelestarian lingkungan hidup, termasuk tanah, air, dan flora-fauna.
“Menurut kami, wilayah ini tidak sepatutnya diturunkan fungsinya menjadi hutan produksi, apa lagi dalam kepentingannya wilayah ini dalam kepentingannya untuk pertambangan emas,” ucapnya.
Selain itu, Bukit Sanggul tersebut juga berfungsi sebagai pencegah terjadinya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
“Dengan hadirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 semakin memperlemah status Hutan Lindung dari ancaman aktivitas pertambangan, terutama pertambangan emas,” bebernya.