Rambah Hutan jadi Kebun Sawit, Ancaman Deforestasi dan Kejahatan Luar Biasa

Perkebunan sawit berada di dalam kawasan HPT Air Ipuh ll Mukomuko--firmansyah/rb
KORANRB.ID – Kasus alih fungsi hutan Mukomuko yang menjadi kebun sawit saat ini masih ditangani oleh Polda Bengkulu.
Perambahan hutan itu merupakan tindakan main driver of deforestation atau pendorong utama terjadinya deforestasi. Hal ini disampaikan Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu Hefri Oktoyoki, S.Hut, M.Si.
Jika masih ada yang mengatakan tanaman sawit juga memiliki fungsi yang sama dengan tanaman kehutanan, sehingga tidak menjadi permasalahan serius jika terjadinya perubahan fungsi kawasan hutan. Itu artinya tidak pernah membaca jurnal yang ada. Sebab banyak hasil-hasil penelitian di jurnal bereputasi yang membuktikan tanaman sawit penyebab utama terjadinya deforestasi.
“Kita berbicara, bukan persoalan sawit itu juga tanaman yang dapat menyerap karbon. Tapi persoalan besarnya, sawit ditanam secara luas, dengan lahan harus bersih, masif dan intensif dengan pupuk yang tinggi, sudah pasti itu merusak lingkungan,” kata Hefri.
BACA JUGA:Besok, Pemprov Bengkulu Lantik 165 CPNS
BACA JUGA:12 Traktor Bantuan Kementan, Modernisasi Pertanian di Mukomuko
Hefri juga menjelaskan, berdasarkan sumber IPCC untuk kawasan hutan tropis mampu menyerap 200 sampai 400 ton Karbon perhektar (ha) pertahun.
Sedangkan untuk sawit dewasa hanya mampu menyerap 20 sampai 40 ton Karbon perha pertahun, berdasarkan sumber ISPO. Tentu ini perbandingan yang sangat jomplang terjadi jika hilangnya tanaman kehutanan dan bergantung kepada tanaman sawit untuk penyerapan karbon.
“Maka dari itu orang-orang kehutanan, harus mampu mengalahkan ekonomi sawit. Salah satunya dengan model baru Multi usaha Kehutanan (MUK), bukan malah menjadikan tanaman sawit sebagai pengganti tanaman kehutanan,”sampainya
Hefri menambahkan, perubahan fungsi kawasan hutan secara ilegal menjadi kebun sawit di Mukomuko merupakan ancaman serius terhadap keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat lokal yang terpinggirkan.
BACA JUGA:Belungguk Point dan Pasar Barukoto Ditargetkan Selesai November 2025
Dari sudut pandang akademisi, alih fungsi hutan ini tidak hanya mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dan degradasi ekosistem, tetapi juga memengaruhi siklus hidrologi, meningkatkan risiko banjir, serta memperburuk krisis iklim melalui pelepasan emisi karbon akibat deforestasi.
“Ini bukan tindakan main-main, sebab selain dilindungi undang-undang kawasan hutan merupakan paru-paru dunia yang harus dijaga dan tetap terjaga. Maka dari itu itu adanya upaya menghentikan aktivitas tersebut tentu akan sangat didukung banyak pihak,” terangnya.