Dugaan Deforestasi PT Alno, Satgas PKH Diminta Usut Tuntas

Hamparan sawit PT Alno Estate Air Ikan di kawasan hutan Kabupaten Mukomuko. --firmansyah/rb
KORANRB.ID – Setelah pemanggilan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Provinsi Bengkulu di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terhadap perusahaan perkebunan dan kehutanan Mukomuko beberapa waktu lalu. Hingga kini belum ada kabar terbaru soal kelanjutan proses yang berjalan.
Dugaan pelanggaran penggarapan kawasan hutan menjadi perkebunan sawit termasuk yang di lakukan PT Alno Estate Air Ikan di Mukomuko masih menyisakan tanda tanya besar di tengah masyarakat.
Terkait hal tersebut, Praktisi hukum Bengkulu, Muslim Caniago SH, MH, menegaskan bahwa kasus alih fungsi lahan di Mukomuko harus diproses berdasarkan regulasi yang berlaku saat pelanggaran terjadi, bukan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang cenderung memberikan sanksi lebih ringan.
Menurut Muslim, pengurusan perkara yang tepat adalah mengacu pada Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 18 Tahun 2013 yang memberi mandat tegas pada pemerintah untuk menjaga kawasan hutan.
BACA JUGA:Atlet Hapkido Bengkulu Sumbang Medali Perak di Ajang 2nd SEAHU Championship 2025
BACA JUGA:Gubernur Launching Rumah Aspirasi Bantu Rakyat
“Kasus ini sudah berlangsung lama dan masif. Jika proses hukum memakai regulasi lama, sanksi yang dijatuhkan bisa lebih berat dan memberi efek jera,” katanya.
Lanjut Muslim, dugaan kasus yang dilakukan PT Alno Agro Utama yang menggarap kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh sejak tahun 2002 jauh sebelum batas legalitas tahun 2010 yang biasa dipakai untuk menentukan keabsahan pengelolaan lahan. Muslim menambahkan, tindakan pembakaran, penebangan, dan penggunaan alat berat di kawasan hutan sangat jelas dilarang dan harus mendapat hukuman tegas sesuai UU No 41 pasal 50. Tentunya semua yang dilarang ini saat itu dilakukan pihak perusahaan.
“Pemanggilan Satgas PKH pastinya mendapat perhatian publik karena kasus alihfungsi hutan di Mukomuko, sudah lama dan belum terselesaikan secara tuntas. Semoga proses hukum berjalan adil dan pihak yang melanggar diproses sesuai aturan,” ujarnya.
Dari sisi lain, Direktur Eksekutif Genesis Bengkulu, Egi Saputra, menegaskan bahwa penertiban kawasan hutan harus dilakukan secara transparan dan dengan sanksi yang tegas, bukan sekadar peringatan atau penyitaan aset yang hanya bersifat administratif.
BACA JUGA:Tambang Emas Seluma, Antara Keberlangsungan Hutan dan Pendapatan Daerah
BACA JUGA:Polemik PT ABS, Pansus DPRD Bengkulu Selatan Layangkan Surat Ketiga ke ATR BPN
Menurutnya, Satgas PKH yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 memikul tanggung jawab besar untuk menindak aktivitas ilegal yang telah berlangsung lama, termasuk praktik alih fungsi lahan di Mukomuko yang terang-terangan. Egi juga menilai penegakan hukum harus menyasar juga oknum-oknum yang diduga melindungi aktivitas ilegal tersebut.
“Tanpa penindakan hingga ke akar-akarnya, pergantian pelaku hanya akan jadi siklus tanpa ujung, sementara kerusakan lingkungan terus berlangsung,” tegasnya.