Sejak 2018 Mukomuko Bebas Frambusia
Jajad Sudrajat, S.KM.--Firman/RB
MUKOMUKO, KORANRB.ID – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mukomuko, memastikan sejak 2018 hingga di awal tahun 2024 ini.
Mukomuko terbebas dari frambusia atau infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum Pertenue.
Hal itu berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh tim Kementerian Kesehatan RI melalui laporan yang disampaikan petugas di lapangan.
"Kita sudah melakukan proses penilaian dari Kementerian Kesehatan. Mukomuko dinyatakan masuk kriteria kabupaten yang sudah bebas infeksi kulit," kata Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Mukomuko, Jajad Sudrajat, S.KM.
BACA JUGA: Tes Kesehatan Jiwa di RSKJ Menumpuk, Sehari Maksimal Layani 200 Peserta
Meskipun demikian, ada beberapa kendala terkait dengan pengetahuan sumber daya manusia (SDM) tata laksana medik menurut pihak Kementerian Kesehatan. Ini menjadi catatan bagi dokter yang bertugas di puskesmas.
Sehingga ada evaluasi tambahan, beberapa waktu yang lalu, serta remedial dalam ujian terkait tata laksana pelaksanaan frambusia. Namun secara sistem, Mukomuko kini bebas dari frambusia.
"Kami juga menyarankan, tenaga kesehatan untuk meningkatkan SDM tata laksana medik sebagai salahsatu catatan penilaian tim Kementerian Kesehatan," ungkapnya.
Yang pastinya sudah lebih dari enam tahun tidak ada lagi kasus frambusia. Meskipun tidak ada kasus frambusia, Dinas Kesehatan terus berupaya untuk mencegah penyakit kulit kronis dan menular yang disebabkan oleh status gizi dan sanitasi yang tidak baik.
BACA JUGA:970 Kasus Penyakit Menular Patut Diwaspadai
Adapun sejumlah wilayah yang pernah ditemukan kasus ini yaitu, di wilayah Kecamatan Selagan Raya terutama di Desa Sungai Ipuh. Yang mayoritas sering terjadi kasus frambusia, beberapa tahun yang lalu.
“Sebelumnya untuk Desa Sungai Ipuh memang pernah kita temukan kasus tersebut, dimana cukup banyak jumlahnya. Namun dari 2018 tidak pernah lagi kita temukan kasus penyakit tersebut,” ujarnya.
Lanjutnya, status ekonomi masyarakat yang kurang mampu, menjadi penyebab kurangnya gizi masyarakat termasuk kurang perhatiannya masyarakat terhadap sanitasi yang baik.
Untuk itu, sebagai upaya mencegah penyakit ini, program peningkatan status gizi masyarakat dan peningkatan sanitasi lingkungan masyarakat sudah mulai digalakkan dari beberapa tahun yang lalu.