Prabowo-Gibran Andalkan Bioetanol dari Singkong dan Tebu untuk Transisi Energi
SAMPAIKAN: Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto menyapa relawan saat menghadiri konsolidasi pemenangan Prabowo-Gibran di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (11/1/2024). --(DOK. TKN PRABOWO-GIBRAN).
Terkait pengembangan biodiesel ini, dia pun mengusulkan perlunya mengembangkan audit lingkungan yang kredibel. Sehingga diharapkan, upaya-upaya transisi energi yang dilakukan betul-betul memenuhi aspek kelestarian.
"Terakhir kita harus sepakat, program-program yang dijalankan tidak mengonversi hutan alam. Tetapi, memanfaatkan tanah-tanah yang rusak, tanah yang idle untuk memenuhi kebutuhan energi dan pangan," tuturnya.
Dalam diskusi bertajuk Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 tersebut, Manager Kampanye, Advokasi, dan Media FWI Anggi Putra Prayoga mengingatkan setiap paslon mengenai dampak yang terjadi ketika transisi energi digalakkan di Indonesia. Utamanya, terhadap kondisi hutan dan lahan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi 2021, porsi energi baru terbarukan baru mencapai 11,7 persen. Masih ada gap cukup jauh untuk mencapai target 23 persen pada 2025. Pemerintah pun telah menetapkan strategi percepatan penggunaan EBT melalui penggunaan B30, B40, dan B50, hingga pemanfaatan biomassa untuk co-firing PLTU.
Di sisi lain, pemanfaatan biomassa untuk co-firing PLTU belum tergambar dalam data produksi kayu 2022 dan 2023, berdasarkan data KLHK. Artinya, lanjut Anggi, ketika co-firing diimplementasikan di 52 PLTU, maka akan terjadi perubahan grafik, perubahan produksi, dan perubahan intervensi terhadap hutan dan lahan di Indonesia.
"Itu yang menyebabkan kecenderungan deforestasi hutan dan lahan di Indonesia. Maka pemanfaatan biomassa untuk co-firing atau dibakar itu adalah pemanfaatan baru yang akan mengubah tata kelola hutan di Indonesia," jelas Anggi.
Padahal fungsi hutan tidak hanya untuk menurunkan emisi, tetapi juga sebagai ruang hidup masyarakat terutama di kawasan timur Indonesia dan pulau-pulau kecil. FWI mencatat, luas hutan alam di Indonesia saat ini mencapai 93 juta hektare (ha), dimana seluas 26,5 juta ha diantaranya masuk dalam kawasan konsesi, dan 66,5 juta ha berada di luar konsesi.
Menurut Anggi, ketika hutan alam dikonversi menjadi hutan tanaman energi, penurunan emisinya tentu tidak akan sama. "Ini seharusnya dikuatkan dari masing-masing paslon 1, 2, 3 apakah memang hutan tanaman energi yang akan dibangun itu berbasis konsesi, atau berbasis masyarakat, atau akan menjaga hutan alam yang ada di Indonesia tapi dengan rehabilitasi lahan-lahan kritis. Komitmen itu perlu dimunculkan ke publik," tukas Anggi.(jp)