
JAKARTA, KORANRB.ID – Pemerintah merevisi kontrak bagi hasil gross split bagi hulu migas. Tujuannya mendorong pengembangan bisnis agar lebih sederhana, cepat, kompetitif, efektif dan akuntabel.
“Revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Kebijakan ini mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan kontrak gross split dapat dicapai. Yaitu, menciptakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif, serta mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat,’’ urai Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad.
BACA JUGA: Kejati Terima SPDP, Kepala Pelaksana BPBD Terlapor Dugaan Korupsi BTT
Noor Arifin memaparkan, selain kontrak gross split, Indonesia juga memiliki bentuk kontrak lainnya. Yaitu Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery yang telah diberlakukan sejak puluhan tahun silam. Dengan adanya dua bentuk kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan.“Kontrak bagi hasil migas di Indonesia terus mengalami perubahan untuk mengakomodir kebutuhan industri,” tuturnya.
Dia menjelaskan, terdapat empat urgensi dalam penyempurnaan kontrak gross split. Pertama, memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif bagi KKKS. ‘’Penyusunan ulang sistem bagi hasil lebih kompetitif dengan negara lain. Target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80 – 90 persen yang ditentukan berdasarkan profil resiko lapangan,’’ bebernya.