Harga Tomat Anjlok, Petani di Rejang Lebong Merugi

PETANI: Tampak petani tomat saat sedang menunjukkan tanaman tomatnya yang sebentar lagi akan memsuki musim panen.-foto: arie/koranrb.id-

KORANRB.ID- Di Kabupaten Rejang Lebong, harga tomat mengalami penurunan yang sangat drastis sejak memasuki musim kemarau yang terjadi belakangan ini. Diketahui harga tomat yang sebelumnya mencapai Rp7.000 per kilogram, kini hanya dihargai Rp800 per kilogram di tingkat petani. 

Penurunan ini telah berlangsung selama dua bulan terakhir dan telah memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan para petani tomat di wilayah tersebut. 

Gani, salah satu pengepul sayuran di Kecamatan Curup Tengah mengatakan, musim kemarau yang berlangsung di Rejang Lebong telah menyebabkan penurunan harga tomat secara signifikan. Selain itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan anjloknya harga ini, di antaranya adalah melimpahnya stok tomat di pasaran. 

“Stok tomat yang berlimpah ini membuat harga jual menjadi sangat rendah. Ketika pasokan melebihi permintaan, hukum ekonomi sederhana menunjukkan bahwa harga cenderung turun. Hal ini diperparah dengan terbatasnya akses pasar yang menyebabkan distribusi tomat tidak merata, sehingga petani kesulitan untuk mendapatkan harga yang layak,” ungkap Gani.

BACA JUGA:Pilkada Mukomuko: Petahana Kemungkinan Kuat Kembali Maju, Ini Bocorannya

BACA JUGA:Tidak Punya Tulang Sungguhan! Berikut 5 Fakta Unik Hiu yang Jarang Diketahui

Di sisi lain, penurunan harga tomat yang drastis ini sangat dirasakan oleh para petani di Rejang Lebong. Seperti yang dikeluhkan Sumijan, seorang petani tomat di wilayah Kecamatan Curup Tengah, mengungkapkan bahwa harga tomat saat ini tidak sebanding dengan biaya perawatan yang harus mereka keluarkan. 

Sebagai contoh, biaya untuk pembelian pupuk, pestisida, dan tenaga kerja tidak sebanding dengan harga jual tomat yang sangat rendah. Selain itu, musim kemarau yang panjang juga menambah beban biaya perawatan, karena tanaman tomat menjadi lebih rentan terhadap serangan hama, terutama ulat buah. 

“Untuk melindungi tanaman, kami dan para petani lain terpaksa harus membeli obat tambahan, yang tentu saja meningkatkan biaya produksi,” keluh Sumijan.

Keadaan ini membuat banyak petani berada dalam posisi yang sulit. Mereka harus memutuskan apakah akan terus merawat tanaman mereka dengan harapan harga akan kembali naik, atau menghentikan usaha mereka karena kerugian yang terus menerus. 

Pilihan ini tentu tidak mudah, karena menghentikan usaha pertanian berarti kehilangan sumber penghasilan utama mereka. Namun, melanjutkan usaha di tengah harga yang rendah juga berarti mereka harus terus mengeluarkan biaya yang mungkin tidak dapat mereka tanggung dalam jangka panjang.

BACA JUGA:Muncul Nama dari PDI Perjuangan, Siap Bersaing Melawan Petahana Bengkulu Selatan?

BACA JUGA:Pasangan Ariyono - Harialyyanto Lolos Verfak di Pilwakot Bengkulu, Ariyono: Kami Siap Bertarung

“Meskipun kondisi ini sangat sulit, banyak petani tetap berusaha untuk merawat tanaman tomat mereka dengan harapan harga akan kembali stabil. Saya sendiri juga memilih untuk tetap merawat tanamannya dengan keyakinan bahwa harga tomat akan segera naik,” terang Sumijan. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan