Agar kasus DBD tersebut benar-benar hilang, Bupati menekankan seluruh warga mengikuti anjuran petugas dinas kesehatan.
Karena selama ini masyarakat dinilai masih kurang patuh dan acuh terhadap anjuran pemerintah.
"Intinya apa yang dianjurkan pemerintah ikuti, jangan cuek jangan anggap sepele," ujar Gusnan.
Sementara itu, masih banyak masyarakat yang menganggap fogging sebagai salah satu upaya terbaik untuk membasmi nyamuk penular DBD.
Padahal, menurut Kepala Dinas Kesehatan BS Didi Ruslan, S.KM M.Si fogging justru menimbulkan dampak negatif baru bagi kesehatan manusia.
Hal tersebut karena asap yang keluar mengandung racun insektisida malation yang dicampur solar atau minyak tanah yang dapat mengganggu kesehatan dan mencemari lingkungan.
"Selain mencemari lingkungan, fogging juga meninggalkan residu zat yang bersifat racun, yang bisa menyebabkan berbagai macam penyakit," kata Didi.
Adapun, sambung Didi, beberapa penyakit yang bisa ditimbulkan akibat fogging yakni, gagal ginjal, gangguan pernapasan, kerusakan gen dan kromosom pada bayi dalam kandungan.
Kemudian, gangguan gerakan sperma, dan bersifat karsinogenik pembekuan jaringan kanker pada tubuh dan masih banyak lagi penyakit lainnya.
Bukan hanya itu, Didi menjelaskan, fogging juga bukan solusi tepat untuk memutus siklus perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti penular virus DBD.
Mengingat, fogging hanya membunuh nyamuk dewasa, sedangkan jentik nyamuk tidak mati dengan fogging.
"Pencegahan DBD bisa dilakukan dengan memberantas sarang nyamuk, bukan foggingnya yang kita utamakan," pungkas Didi Ruslan.
Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Selatan Edwien Alfha SH mendorong masyarakat untuk lebih waspada dan menjalankan imbauan yang disampaikan pemerintah.
Karena demam berdarah tersebut lebih baik dicegah daripada mengobati. Dan pencegahan tersebut menurutnya dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat tanpa biaya.