KORANRB.ID - Meriam Honisuit, sebuah senjata buatan Inggris pada masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia yang dibawa oleh serdadu Jepang saat menjajah Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, pada tahun 1942, guna menjaga pertahanan garis pantai Manna dari serangan musuh.
Sebagai meriam terbesar di Indonesia, keberadaan Meriam Honisuit ini tentu sangat pantas ditonjolkan sebagai Ikon daerah, dalam upaya menarik minat wisawatan lokal maupun domestik datang berkunjung ke Kota Manna.
BACA JUGA:Wisata Palak Siring Masuk 10 Besar Lomba Desa Wisata, Sudah Tiga Kali
Uniknya, pihak Jepang membawa Meriam Honisuit ke Kota Manna, Bengkulu Selatan melalui jalur darat dengan melewati Kota Pagar Alam. Meriam ini kemudian berfungsi sebagai salah satu senjata pertahanan tentara Jepang.
Mereka menempatkan meriam tersebut di daerah pantai dengan posisi moncong meriam (Mouzzle Mouldings) langsung mengarah ke laut Samudera Indonesia. Pertama kali, tentara Jepang meletakkannya di Kelurahan Belakang Gedung, Kecamatan Pasar Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu.
BACA JUGA:Kecamatan Harus Punya Wisata Unggulan
Selain itu, lanjutnya, menjadikan Meriam Honisuit sebagai Ikon Pariwisata Bengkulu Selatan bukan tidak mungkin dapat membuka peluang kreatif usaha bagi warga, contohnya membuat kerajinan tangan berbentuk souvenir, kaos bergambar meriam atau miniatur meriam yang selama ini belum terlihat di tengah-tengah masyarakat Manna khususnya.
Untuk diketahui, karakteristik Meriam Honisuit memiliki panjang laras sekitar 3,4 meter, bobot meriam mencapai 2,2 ton, dengan kaliber 19 sentimeter. Diperkirakan menjadi meriam peninggalan sejarah terbesar di Nusantara yang pernah ditemukan. Pada awalnya keberadaan Meriam Honisuit terletak di kelurahan Belakang Gedung Pasar Manna.
BACA JUGA:Berambisi Masuk 5 Besar, Ini Desa Wisata Kepahiang
Lokasi Meriam Honisuit yang pertama di Kelurahan Belakang Gedung merupakan daerah rawan longsor dan khawatir terkena dampak dari abrasi. Sehingga untuk melakukan langkah penyelamatan pada meriam tersebut, pada tahun 2008 pindah tempat ke lokasi yang sekarang. Pemindahan cagar budaya tersebut atas izin Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi. Pemindahannya oleh Kodim Bengkulu Selatan ke bundaran Jalan Raya Padang Panjang, di depan kantor Bupati Bengkulu Selatan.(reh/prw)