Adapun aturan yang mengatur dikatakan Wagimin, larangan Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam Politik Praktis diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta, atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum, dan pemilihan kepala daerah.
BACA JUGA:APBD Perubahan Disahkan, Ada Penambahan Rp3,6 Miliar
BACA JUGA:Anggaran Penanganan Sampah Membengkak
Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis.
Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.
Kemudian juga di dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) yaitu pelaksana, atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD).
Pada pasal 280 ayat 3 juga disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Selanjutnya pada Pasal 282, pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
Tidak hanya itu, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang.
Selain itu Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain, Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain, perangkat Kelurahan.
Terakhir Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain, Lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Seluruh regulasi ini sudah cukup menjelaskan. Kecuali yang bersangkutan baik ASN dan Pemdes telah melepaskan status awal ketika ingin terlibat dalam politik praktis,” terang Wagimin.
Setelah kades resmi mengundurkan diri dari jabatannya, langkah selanjutnya camat akan menunjuk pelaksana tugas (Plt) kepala desa dari perangkat desa terkait.
Kemudian, barulah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menggelar rapat untuk mengajukan nama penjabat sementara (Pjs) kepala desa untuk menggantikan kepala desa yang menggundurkan diri karena maju Pilkada 2024.
“Setelah tahapan rampung BPD akan menyampaikan nama Pjs kepala desa kepada camat, kemudian camat meneruskan dan menyampaikan kepada bupati. Setelah itu selanjutnya bupati akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pjs Kades Tunggal Jaya, Kecamatan Teras Terunjam,” demikian Wagimin.