Dalam budaya patriarki, laki-laki sering diharapkan menjadi pemimpin dan penanggung jawab keluarga.
Peran ini menuntut mereka untuk terlihat mampu menghadapi segala situasi tanpa menunjukkan kelemahan, sehingga mereka memilih untuk tidak bercerita atau mencari bantuan.
3. Stigma terhadap Kerentanan
Kerentanan sering kali dihubungkan dengan kelemahan, dan stigma ini membuat pria takut dihakimi jika mereka berbagi cerita. Mereka khawatir dianggap lemah atau tidak kompeten jika membicarakan masalah pribadi.
4. Kurangnya Ruang Aman
Banyak pria merasa tidak memiliki ruang aman untuk berbagi. Dalam lingkungan sosial yang didominasi oleh norma maskulin, berbicara tentang perasaan sering kali dianggap tabu. Bahkan, pria yang mencoba berbicara mungkin menghadapi ejekan atau penghakiman.
5. Polarisasi Komunikasi Gender
Perbedaan cara pria dan wanita memproses emosi juga memengaruhi pola komunikasi. Wanita cenderung berbicara untuk melepaskan beban emosi, sementara pria lebih sering mencari solusi secara mandiri atau menyimpan masalah dalam diam.
BACA JUGA:Ahli Berkamuflase! Berikut 5 Fakta Unik Ikan Flounder
BACA JUGA:Beberapa Tips Mengobati Asam Lambung yang Sedang Naik, Awas Jangan Salah Langkah
Fenomena ini memiliki dampak yang signifikan, baik pada individu maupun hubungan sosial mereka.
1. Kesehatan Mental
Pria yang terus-menerus memendam emosi berisiko mengalami masalah kesehatan mental seperti stres kronis, depresi, dan kecemasan. Bahkan, angka bunuh diri pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita di banyak negara, termasuk Indonesia, sebagian karena mereka kurang cenderung mencari bantuan.
2. Hubungan Sosial
Ketidakmampuan atau ketidakmauan pria untuk bercerita dapat menciptakan jarak emosional dalam hubungan, baik dengan pasangan, keluarga, maupun teman. Orang di sekitar mereka mungkin merasa sulit memahami apa yang sebenarnya dirasakan atau dibutuhkan oleh pria tersebut.
3. Kinerja dan Produktivitas