KORANRB.ID – PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), rupanya, tak hanya mendapatkan tugas untuk menjadikan neraca gula positif di tanah air.
Anak perusahaan PTPN III (Persero) itu juga diberi tugas untuk meningkatkan produksi gula tanpa menaikkan harga eceran tertinggi di pasaran dan mengembalikan Indonesia sebagai eksportir gula.
’’Amanah yang diterima dari pemerintah mengenai gula sangat besar. Dan, itu bukan mimpi yang tidak masuk akal,’’ kata Direktur Utama Holding PTPN III Mohammad Abdul Ghani saat rapat koordinasi SGN di Jogjakarta Kamis (1/2).
Dasar pemikiran Ghani adalah rekam sejarah produksi gula pada 1930. Saat itu produksi pemanis tanah air bisa mencapai 3 juta ton per tahun dengan lahan tanam seluas 200 ribu hektare.
BACA JUGA:Garap Tomohon Visitor Centre, BNI Proaktif Dukung Digitalisasi Ekosistem Pariwisata
BACA JUGA:Indikator Manufaktur Start Menjanjikan di Awal Tahun
Saat ini luas lahan tebu hampir mencapai 500 ribu hektare. Namun, produksinya malah menurun ke angka 2,5 juta ton gula per tahun.
Dia mengungkapkan, permasalahan terletak di hulu. Yakni, di pertanian tebu.
Pada era Hindia Belanda, 1 hektare lahan tebu bisa menghasilkan 15 ton gula.
Produktivitas tebu saat itu mencapai 140 juta ton per hektare. Kemudian, rendemen yang diperoleh berkisar 16–18 persen per tahun.
’’Saat itu gula Indonesia diekspor ke India yang sekarang menjadi negara pemasok gula terbesar di dunia,’’ jelasnya.
Sekarang, di Indonesia, 1 hektare hanya mampu menghasilkan 5 ton gula.
BACA JUGA:Grup GOTO Sah Diakuisisi TikTok, Vonny Ernita Susamto jadi Dirut Baru Tokopedia
BACA JUGA:Menjelang Imlek, Harga Emas Naik, Ini Penjelasannya
Produktivitas tebu di bawah 80 juta ton per tahun dengan rendemen yang stagnan di 7 persen.