Dalam menyikapi fenomena ini, masyarakat dapat merespons dengan kecerdasan kritis, menggali lebih dalam arti kata atau frasa yang digunakan, serta memahami konteks dan tujuan penggunaannya.
Dengan demikian, kita dapat melihat bagaimana linguistik, budaya, dan media sosial berinteraksi dalam membentuk naratif politik, bahkan melalui kata-kata yang mungkin pada awalnya terdengar sederhana seperti "gemoy".
Meskipun ketiga pasangan calon presiden ini memiliki latar belakang dan pendekatan yang berbeda, masing-masing membawa kelebihan dan visi unik.
Pemilihan presiden yang akan datang akan menjadi panggung bagi mereka untuk membuktikan kemampuan dan dedikasi mereka kepada rakyat Indonesia.
BACA JUGA: Setelah Panggil TKD Prabowo dan KPAI, Ahmad: Kaji, Bahas dan Beri Rekomendasi Pelanggaran
Sejarah Pemilihan Presiden di Indonesia:
Era Orde Lama (1966-1998):
Pasca-kejatuhan Presiden Soekarno pada tahun 1966, Indonesia mengalami periode transisi ke Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pemilihan presiden tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat, melainkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).
Soeharto terpilih sebagai presiden melalui MPRS pada tahun 1967 dan memegang kekuasaan selama 32 tahun.
Reformasi (1998):
Krisis ekonomi dan tekanan reformasi menyebabkan pengunduran diri Soeharto pada Mei 1998.
BACA JUGA:Anies Janjikan Lumbung Ikan, Prabowo Gulirkan Magang Virtual, Ganjar Pulang Kampung
Era Reformasi dimulai, dan pemilihan presiden langsung menjadi tuntutan utama masyarakat.
Pemilihan Langsung Presiden Pertama (2004):
Pemilihan presiden pertama kali dilakukan secara langsung pada tahun 2004, setelah reformasi politik.