Hal tersebut yang berkenaan dengan intuisi dalam menimbang kandidat calon karyawan. AI dalam tugasnya hanya digunakan para HR untuk memudahkan mereka menentukan pilihan.
"Ada bagian yang AI belum bisa jangkau, kaya contohnya intuisi itu belum. Jadi semua big data ini kita bisa gunakan untuk memperkaya cara kita melakukan judgement dalam rekrutmen,” tambahnya.
BACA JUGA:Susun Rencana Strategis ASEAN 2026-2030, Indonesia Usulkan 3 Gagasan Penting
BACA JUGA:Produk Halal Unggulan Indonesia Bersiap Tampil di Pameran Expo 2024
Sehingga pada ujungnya, Chandra menegaskan bahwa baik atau tidaknya kehadiran AI ini akan kembali kepada diri masing-masing.
“Kita mau anggap teknologi ini sebagai something yang akan menggantikan kita, yang membuat kita ketakutan, atau kita ikuti teknologi ini,” pungkas Chandra.
Dalam kesempatan yang sama, Helmy Yahya, sosok yang dikenal dalam bidang personal branding dan kepemimpinan menyampaikan bahwa
kepemimpinan dan teknologi tidak bisa dipisahkan, keduanya saling terkait dan menjadi pondasi krusial untuk pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
"Di era sekarang ini, AI, kemajuan teknologi, digitalisasi, sudah hadir, sudah mempengaruhi kehidupan kita dari berbagai sendi termasuk ke bisnis.
Dan akan makin gila. Tergantung kitanya, mau berhenti atau ikut berpartisipasi. Mulai saja, jangan takut," tandas Helmy Yahya.
Sementara itu, Dudi Arisandi, selaku Chief People Officer Tiket.com, membahas hubungan krusial antara strategi HR, prinsip kepemimpinan, dan budaya organisasi.
Menurutnya, dalam usaha membangun bisnis yang baik, strategi HR harus seirama dengan prinsip kepemimpinan dan tercermin dalam budaya organisasi. Hal tersebut yang masih belum bisa dikerjakan oleh AI.
"Keseimbangan ini menciptakan pondasi yang kuat untuk pertumbuhan yang berkelanjutan," tegas Dudi.