Pemkab Rejang Lebong Targetkan Penerimaan DBH Rp95,89 Miliar
PELAYANAN: Aktivitas pelayanan publik di kantor perbendaharaan BPKD Kabupaten Rejang Lebong.-foto: arie/koranrb.id-
BACA JUGA:HET Naik, Harga Minyak Goreng Mahal
BACA JUGA:PPPK Juga Boleh Ikut Daftar Tes CPNS, Ini Syaratnya
DBH ini berasal dari berbagai jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah provinsi. Termasuk Pendapatan Bagi Hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PBBPKB) yang merupakan salah satu penerimaan terbesar bagi pemerintah daerah, mengingat tingginya jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah Rejang Lebong.
Pajak kendaraan bermotor ini dibagikan ke daerah sebagai DBH dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan pembangunan.
"Juga ada Pendapatan Bagi Hasil Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), yang dikenakan saat terjadi peralihan kepemilikan kendaraan bermotor. Seperti pajak kendaraan bermotor, penerimaan dari BBN-KB juga dibagikan ke daerah sebagai DBH," jelas Andi.
Selanjutnya ada Pendapatan Bagi Hasil Pajak Air Permukaan, yang dikenakan atas pemanfaatan air permukaan oleh perusahaan-perusahaan, terutama di sektor industri. Meski kontribusinya tidak sebesar pajak kendaraan bermotor, DBH dari pajak air permukaan tetap memberikan tambahan yang signifikan bagi anggaran daerah.
"Terakhir ada Pendapatan Bagi Hasil Pajak Rokok, yang khusus digunakan untuk mendukung program-program kesehatan. Penggunaan DBH pajak rokok ini diawasi secara ketat dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan selain kesehatan," paparnya.
Andi Ferdian menjelaskan bahwa penerimaan DBH dari provinsi sangat membantu dalam menunjang berbagai program pembangunan di Kabupaten Rejang Lebong. Dana ini digunakan secara fleksibel kecuali untuk DBH pajak rokok yang memiliki alokasi khusus untuk penanganan kesehatan.
Dalam pengelolaan DBH, Pemkab Rejang Lebong berupaya memastikan bahwa penggunaan dana ini sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prinsip utama dalam pengelolaan DBH, mengingat dana ini berasal dari kontribusi pajak masyarakat dan harus digunakan kembali untuk kepentingan publik.
Andi menambahkan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memaksimalkan dampak dari DBH yang diterima. Meskipun jumlahnya signifikan, DBH harus dikelola dengan bijak untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
Misalnya, DBH dari sektor pertanian seperti sawit harus diarahkan untuk mendukung program-program yang benar-benar meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani, bukan hanya sekedar pengadaan infrastruktur yang kurang berdampak.
"Selain itu, tantangan lain adalah memastikan agar piutang DBH yang belum disalurkan dari tahun-tahun sebelumnya dapat segera dicairkan. Piutang ini menjadi salah satu komponen penting dalam perencanaan anggaran, karena jika tidak segera diterima, dapat mengganggu rencana pembangunan yang sudah disusun," urai Andi.