Jenderal Hoegeng Dikenal Karena Loyalitas dan Kejujurannya Kepada Polri, Ini 6 Fakta Tentang Jendral Hoegeng
HOEGENG: Jendral Hoegeng Iman Santoso lahir pada 14 Oktober 1921 di Serang, Banten. FOTO: Mabes Polri --
meskipun beberapa anggota keluarganya menginginkannya untuk mendaftar di Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (MOSVIA; perguruan tinggi pegawai negeri).
2. Anak Seorang Jaksa, Jendral Hoegeng ternyata bukanlah orang biasa ayahnya adalah Soekarjo Kario Hatmodjo dari Tegal, seorang jaksa di Pekalongan.
Ibunya adalah Oemi Kalsoem. Ia memiliki dua adik perempuan: Titi Soedjati dan Soedjatmi.
Hoegeng ingin menjadi polisi karena dipengaruhi oleh teman ayahnya yang menjadi kepala kepolisian di kampung halamannya Ating Natadikusumah.
Perwira hukum lain yang merupakan teman ayahnya adalah Soeprapto (Bapak Kejaksaan Republik Indonesia).
BACA JUGA:Ditarget Selesai Tahun Ini, Penataan Kawasan Kantor Gubernur Fokus 2 Titik Ini
BACA JUGA:Berpeluang Penambahan Tsk Baru Lagi, Perkara Korupsi Berjemaah Pasar Inpres Bintuhan
3. Perna menjadi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
Pada saat itu Hoegeng yang di kenal sebagai anggota polisi yang loyan yang berani menangkap siapapun termasuk tentara angkatan laut sekalipun.
Dari keberaniannya lah Hoegeng didatangi oleh perwira TNI Angkatan Laut M.Nazir yang kemudian menjadi Kepala Staf Angkatan Laut pertama.
Nazir tertarik pada Hoegeng karena dia ingin membentuk polisi militer angkatan laut dan menawarkan yang terakhir untuk menjadi bagian dari angkatan laut.
Hoegeng kemudian menerima tawaran itu terutama karena dia ingin tantangan karena kepolisian sudah mapan.
Sebagai perwira militer berpangkat Mayor, ia diberi hak untuk tinggal di Hotel Merdeka, Yogyakarta, dan dibayar Rp400 per bulan.
Di bawah pimpinan Letnan Kolonel Darwis, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut di Tegal, tugas pertamanya adalah merumuskan landasan dasar kepolisian militer yang pada mulanya bernama satuan Penyelidik Militer Laut Chusus (PMLC).
Selama tinggal di hotel, Hoegeng dibujuk oleh Soekanto Tjokrodiatmodjo, kepala kepolisian, untuk kembali menjadi polisi.