Kemiskinan Ekstrem, Target 0 Persen
ARIE/RB RAKOR: Wabup Rejang Lebong didampingi Asisten I saat memimpin rapat koordinasi entry meeting pengentasan kemiskinan ekstrem, kemarin (27/11).--
CURUP, KORANRB.ID – Pemkab Rejang Lebong menargekan pada tahun 2024 mendatang angka kemiskinan ekstrim di wilayah tersebut menjadi 0 persen.
Disampaikan Wakil Bupati Rejang Lebong Hendra Wahyudiansyah, SH usai memimpin rapat koordinasi (Rakor) entry meeting pengendalian kemiskinan ekstrim bersama BPKP Provinsi Bengkulu, di ruang rapat bupati Rejang Lebong kemarin (27/11).
Menurut Wabup, saat ini angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Rejang Lebong saat ini berada di angka 12 persen dari sebelumnya 14 persen di awal tahun 2023.
BACA JUGA: Sudah 3.440 APK Ditertibkan
Pada akhir 2024 mendatang Pemkab Rejang Lebong menargetkan angka kemiskinan ekstrem bisa turun secara signifikan di angka 0 persen.
“Kita sudah melakukan berbagai langkah untuk bisa terus menurunkan angka kemiskinan ekstrem ini dengan beberapa program yang telah dilakukan. Program-program inilah yang saat ini sedang dilakukan evaluasi oleh BPKP Provinsi Bengkulu,” terang Wabup.
Dia mengatakan, evaluasi yang dilakukan oleh BPKP ini meliputi proses penajaman terhadap program-program yang dilakukan Pemkab Rejang Lebong dalam menekan angka kemiskinan ekstrem, karena sesuai dengan petunjuk pemerintah pusat. Tahun 2024 ini tidak ada lagi angka kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia.
“Hal inilah yang saat ini dievaluasi oleh BPKP Provinsi Bengkulu, khususya kinerja BNBA (By Name By Address) yang disampaikan itu tepat sasaran. Karena dikhawatirkan nantinya ada ketertinggalan data, dimana seluruh data sudah berproses namun ternyata masih ada warga yang tidak masuk dalam pendataan. Yang akhirnya membuat risiko tidak ada proses penurunan kemiskinan ekstrim di Rejang Lebong,” beber Wabup.
Ditanya terkait apakah ada kaitannya kemiskinan ekstrem ini dengan stunting yang terjadi di Kabupaten Rejang Lebong? Wabup mengatakan kedua hal itu memiliki keterkaitan.
Stunting bisa muncul lantaran adanya masyarakat miskin. Meskipun tidak semua kemiskinan yang terjadi di masyarakat bisa menyebabkan stunting.
Kemiskinan dalam hal ini adalah terkait kekurangan gizi yang terjadi pada balita, lantaran faktor ekonomi yang dialami keluarganya.
"Perlu pemahaman lagi bagi masyarakat mengenai stunting ini, karena saat ini banyak yang berpikir bahwa stunting ini terkait kekurangan gizi. Stunting ini juga dapat dipengaruhi faktor genetik dari orang tua," tambah Wabup.
Untuk terus menekan angka stunting ini, Hendra mengatakan dari insentif fiskal yang diterima Kabupaten Rejang Lebong sebesar Rp 5,7 miliar, akan dimaksimalkan seluruhnya untuk program penekanan angka stunting.(sly)