TKDN Terbukti Tingkatkan Investasi dan Produktivitas Industri
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif.-foto: kemenperin/koranrb.id-
KORANRB.ID - Penerapan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) memberikan perlindungan bagi industri dalam negeri.
Perlindungan dari kebijakan ini diberikan dalam bentuk jaminan tumbuhnya permintaan (demand) bagi industri melalui belanja pemerintah Pusat/Daerah dan BUMN/BUMD dan jaminan permintaan pasar domestik bagi industri Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT).
Tidak hanya itu, implementasi kebijakan TKDN juga merupakan jaminan investasi bagi investor manufaktur dan penciptaan lapangan kerja domestik.
“Penerapan TKDN menunjukkan adanya peningkatan investasi baru, produktivitas industri, dan penyerapan tenaga kerja baru, seperti pada industri alat kesehatan, farmasi, juga elektronik termasuk HKT. Realisasi belanja pemerintah atas produk manufaktur ber TKDN selalu meningkat setiap tahun, dari Rp 989,97 triliun di tahun 2022 menjadi Rp 1.499,75 triliun di tahun 2023,” jelas Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif kepada media di Jakarta dilansir dari laman kemenperin.go.id.
TKDN juga berhasil mengurangi impor HKT dan komponennya. Meski impor berkurang, permintaan atas produk HKT masih tetap tinggi. Artinya, kebutuhan HKT di Indonesia yang terus meningkat bisa dipasok dari produksi dalam negeri. Ini merupakan keberhasilan penerapan TKDN di subsektor industri HKT.
BACA JUGA:Dana Bagi Hasil Sawit 2025 Untuk Rejang Lebong Turun Rp 2,8 Miliar
Dalam kesempatan tersebut, Febri sekaligus menanggapi opini dari peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dimuat oleh salah satu surat kabar harian nasional pada Selasa, 14 Januari 2025.
“Dalam opini tersebut, penulis menyatakan bahwa kebijakan TKDN bertentangan dengan kepentingan dunia usaha dan pembangunan industri nasional. Penulis mengajukan bukti empiris untuk mendukung argumentasinya dengan mengacu pada hasil penelitian Thee (1997) serta Aswicahyono, Basri, dan Hill (2000). Bahkan penulis mengacu pada hasil penelitian dari lembaganya sendiri, CSIS (2022), terkait dampak ekonomi kebijakan TKDN,” kata Febri.
Menurutnya, dua penelitian pertama yang diajukan oleh penulis sebagai bukti empiris sudah tidak sesuai dengan kondisi sektor manufaktur Indonesia saat ini.
Contohnya penetapan persentase local purchase yang sejalan dengan TKDN pada program PPNBM DTP kendaraan roda empat pada tahun 2021 terbukti menjadi game changer industri otomotif Indonesia.
“Kebijakan tersebut mampu mendongkrak penjualan kendaraan roda empat yang terpuruk karena Covid-19. Tidak hanya itu, meningkatnya penjualan produk otomotif pada periode tersebut juga meningkatkan produktivitas industri komponen otomotif pada tier 1 dan tier 2 dalam negeri yang memasok kebutuhan komponen industri otomotif itu sendiri,” jelasnya.
Kebijakan TKDN yang diterapkan saat ini berdasarkan pada UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Artinya, kebijakan ini muncul lebih dari satu dekade pasca dua penelitian pertama yang menjadi acuan penulis opini tersebut.
Terdapat perbedaan mendasar kebijakan TKDN saat ini dan kebijakan pada saat penelitian berlangsung, seperti ukuran dan parameter, produk yang wajib disertifikasi, threshold, kewajiban pemerintah, dan kepatuhan industri dalam implementasi kebijakan tersebut.