“Sunat” Dana BOK Rp 30 Ribu Bikin Blunder

SIDANG: Saksi yang hadir dalam persidangan pembuktikan perkara dugaan pemotongan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas Pasar Ikan tahun anggaran 2022 memberikan keterangan.--LUBIS/RB

BENGKULU, KORANRB.ID – Sidang pembuktikan perkara dugaan pemotongan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Puskesmas Pasar Ikan tahun anggaran 2022 dengan terdakwa dr. Raden Ajeng Yeni Warningsih terus berlanjut. Kemarin, Senin (23/10) beragendakan pemeriksaan keterangan saksi, sidang kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, dengan ketua Majelis Hakim, Dwi Purwanti, SH.

Ada enam saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bengkulu dalam persidangan, yakni Dadi Hartono, Suryandi Carolina Ginting, Sri Rahayu Dilaningsih, Yuni Hartati, Dwi Agususanti dan Epi Herani.

Saksi Suryandi Carolina Ginting, selaku PPTK dana BOK Triwulan (TW) ke-4, menjelaskan ia menerima dana BOK dari terdakwa selaku Kapus. Bukan dari Bendahara Puskesmas.

BACA JUGA:Dugaan Korupsi BOK Kaur, Ada Potensi Tsk Baru

Sementara saksi Sri Rahayu Dilaningsih, Yuni Hartati, Dwi Agususanti dan Epi Herani yang diperiksa sekaligus, membenarkan adanya kesepakatan untuk dilakukan pemotongan dana BOK para pegawai, yang berasal dari usulan dan disetujui Kapus. Dana tersebut diistilahkan sebagai dana saving atau tabungan.

Di luar persidangan, JPU Kejati Bengkulu, Dewi Kemalasari, SH, MH mengungkapkan sesuai keterangan para saksi, bahwa pemotongan dana BOK sebesar Rp 30 ribu terbukti ada. “Menyunat” dana BOK Rp 30 ribu tersebut jadi blunder.

“Memang mereka mengakui adanya pemotongan, di SPJ Rp 80 ribu, mereka hanya menerima Rp 50 ribu. Rp 30 ribu itu alasan terdakwa untuk dana saving, cuma untuk pertanggung jawabannya, mereka tidak pernah tahu,” kata Dewi.

Sementara yang menguasai dana BOK itu langsung oleh terdakwa. “PPTK-nya itu menerima uang bukan dari Bendahara, melainkan dari Kapus yakni terdakwa, dan Rp 50 ribu diserahkan kepada pegawai,” sebut Dewi.

BACA JUGA:Waspada! Penipu Catut Nama Kasat Reskrim, Sempat Peras Mantan Kades, Minta Sejumlah Uang

BACA JUGA:Cegah Maag Kambuh, Jaga Lambungmu dengan Menghindari 4 Hal ini

Ia juga menyambung keterangan dari saksi Dadi, bahwa pemotongan terhadap dana BOK tidak boleh dilakukan.

“Berdasarkan keterangan keterangan Sekdis yang menjabat saat itu, bahwa untuk pemotongan itu tidak boleh, mereka (pegawai, red) harus menerima full. Diantaranya mereka gunakan untuk studi banding ke Bali, mereka tidak ada dananya tetapi mereka paksakan,” ungkap Dewi

Bahkan di tahun 2022, JPU mencatat tidak ada bukti tertulis terkait kesepakatan para pegawai untuk melakukan pemotongan Rp 30 ribu dalam rapat.

“Kesepakatan mereka tidak ada buktinya, karena 2022 cuma minilok, itu menjelaskan ada potongan Rp 20 ribu, padahal potongannya Rp 30 ribu. Di 2019 keterangan kesepakatan itu menabung, atau dana saving. Dana saving itu tidak dibenarkan,” jelas Dewi.

Apalagi, dana pemotongan digunakan untuk kegiatan yang tidak ada anggarannya, seperti akreditasi dan studi banding.

“Ketika pegawai dinas luar, harus menggunakan SPJ Dinas, tetapi itu tidak ada. Akreditasi dan kaji tiru, sebenarnya itu tidak ada, makanya mereka potong itu dari sana (dana BOK, red). Dari 28 pegawai, ada 22 pegawai yang berangkat ke Bali, mereka tidak menggunakan surat tugas dari Dinas Kesehatan, tetapi mereka menggunakan cuti dan izin,” terang Dewi.

BACA JUGA:Operasi Pekat Nala di Rejang Lebong, 10 Pelaku Kejahatan Diamankan Polisi

Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, Dadi Hartono yang menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bengkulu pada 2022 menyampaikan beberapa keterangan dalam persidangan.

Dadi dicecar pertanyaan seputar dugaan pemotongan yang ada di Puskesmas Pasar Ikan. Saat mengetahui adanya rencana pemotongan itu, ia menyampaikan agar hal tersebut disepakati bersama oleh pegawai Puskesmas.

“Saya sampaikan jangan ada rapat di luar rapat,” sebut Dadi.

Kemudian, ia menerangkan jika kegiatan yang dilaksanakan tidak ada di DIPA, tidak diperbolehkan. Seperti halnya kegiatan studi banding yang diikuti para pegawai Puskesmas ke Bali.

“Izin mereka saat itu ada yang cuti, dan izin biasa,” kata Dadi.

BACA JUGA:Buruan Kunjungi! Bunga Rafflesia Kembali Mekar di Bengkulu Utara

Sementara, PH terdakwa, Made Sukiade, SH mengungkapkan sebelum dana BOK sebesar Rp 80 ribu dicairkan para pegawai Puskesmas sudah bekerja terlebih dahulu.

“Barulah cair dari Bank, begitu cair dari Bank, maka dana BOK itu sebelum dibagi Rp 80 ribu, mereka sudah rapat, untuk bersepakat melakukan dana saving, dalam artian tabungan untuk semua pegawai puskesmas menabung,” ungkap Made.

Kemudian, setelah ada kesepakatan yang dirapatkan bersama oleh seluruh pegawai Puskesmas, barulah dana saving Rp 30 ribu direalisasikan.

“Savinglah mereka Rp 30 ribu, bahkan itu usulan dari pegawai Puskesmas untuk kepentingan bersama, dan Puskesmas. Dan disetujui Kapus, maka ditabunglah dari Rp 80 ribu, Rp 30 ribu. Karena mereka sudah sepakat dan mereka tidak keberatan,” ungkap Made.

Made menyebutkan, dana saving Rp 30 ribu itu kemudian digunakan untuk kepentingan bersama pegawai dan Puskesmas.

BACA JUGA:Operasi Pekat Nala di Rejang Lebong, 10 Pelaku Kejahatan Diamankan Polisi

“TW 1, 2, 3 mereka terima semua, termasuk THR. Ada untuk akreditasi, studi banding, membeli lemari untk arsip Puskesmas. Bukan untuk kepentingan terdakwa, bahkan terdakwa yang korban Rp 14 juta untuk menambah pembelian lemari,” sebut Made.

Kesepakatan para pegawai memang tidak tertulis. Meski demikian kata Made, kesepakatan diakui bersama para saksi yang dihadirkan dalam persidangan untuk melakukan dana saving tersebut.

“Walaupun itu (kesepakatan, red) tidak tetulis, karena kesepakatan merupakan roh dari persetujuan dana saving itu. Itulah kebijakan-kebijakan yang dilakukan terdakwa selaku Kapus, demi kepentingan pegawai dan Puskesmas, tidak ada unsur tipikornya. Justru seharusnya pemerintah mengapresiasi kebijakan yang dilakukan oleh Kapus ini,” tutup Made.(jam)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan