Kelangkaan BBM Berimbas pada Bisnis Logistik
ANTRE: Antrean kendaraan mengisi BBM di SPBU.IST/RB--
KORANRB.ID – Kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) masih dirasakan warga Kaltim. Antrean di beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terjadi setiap hari.
Faktor pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan mobilisasi kendaraan berpelat luar juga menambah imbas. Sehingga diperlukan peningkatan kuota BBM. Namun, usaha ini dinilai percuma tanpa pengawasan ketat dari pemerintah daerah.
BACA JUGA:Kebakaran di SPBU Kutau, Polisi Panggil Pemilik Mobil dan Management SPBU
Beberapa tahun terakhir, Pemprov Kaltim selalu meminta tambahan kuota kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai pihak yang melakukan pengaturan pengawasan terhadap penyediaan BBM. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim mencatat, kuota pada 2023 untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT) BBM jenis solar sekitar 239 ribu kiloliter (KL). Permohonan Pemprov Kaltim tahun depan naik menjadi 327 ribu KL. Sedangkan jenis bahan bakar khusus penugasan (JBBKP) BBM jenis pertalite, tadinya pada 2023 688 ribu KL, diajukan kenaikan pada 2024 menjadi 767 ribu KL. Pemprov Kaltim mencoba agar hal ini menjadi usulan yang diprioritaskan.
BACA JUGA:Pemilik Mobil Terbakar di SPBU Menghilang
Wakil Ketua Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Kaltimtara Bidang Multi Moda ALFI/ILFA Lieliek Budijanto mengatakan, BBM langka tentunya sangat berimbas pada bisnis logistik. Sebab, pelaku usaha logistik tentunya harus memenuhi kendaraan mereka. Langkanya BBM seringkali menjadi kesulitan yang dapat mengganggu operasional. Rencana penambahan kuota oleh pemerintah daerah akan meringankan beban para pengusaha.
“Namun pemerintah harus bisa lebih meningkatkan pengawasan di lapangan,” ujarnya, Jumat (1/12).
BACA JUGA:Kerap Terjadi Antrean Solar, Pemprov Bengkulu dan Pertamina Sidak SPBU, Ini Hasilnya
Dia menjelaskan, berapapun kuota yang diberikan dengan masih kurangnya pengawasan, akan memudahkan oknum tak bertanggung jawab melakukan penyimpangan BBM di lapangan. Sebenarnya pemerintah bisa memerhatikan dari sektor distribusi dan pengawasan, karena hampir di setiap SPBU antreannya sangat panjang. Dan terkadang BBM yang disalurkan kurang tepat sasaran.
“Kita belajar dari masa lalu, bahwa logistik itu menyumbang angka inflasi paling tinggi di sektor sembako, apalagi mendekati hari raya keagamaan. Hal itu karena biaya BBM yang dikeluarkan sangat tinggi. Kita dapat kuota dari pemerintah dengan mengikuti aturan yang berlaku, dan beberapa kali cara mendapatkan solar berubah dari sistem,” katanya.
BACA JUGA:Sopir Rebutan Beli Solar, Polisi Diminta Jaga SPBU
Perubahan program tersebut mulai dari penggunaan kartu fuel card hingga barcode, yang dinilai sangat menyusahkan sopir kendaraan besar. Pemerintah diminta bisa memerhatikan hal tersebut. Jangan sampai kuota yang sudah ditambahkan ini akan salah sasaran kembali. Sehingga tanpa pengawasan, kesulitan akan tetap terjadi.
Pihaknya berharap, sebagai gabungan pengusaha transportasi yang membawahi 66 perusahaan jasa pengurusan transportasi (JPT), betul-betul mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam hal kebutuhan BBM. Apalagi logistik sudah memiliki tugas dan fungsinya agar menyampaikan barang kebutuhan masyarakat.
“Kami berharap penambahan kuota ini bisa diimbangi dengan pengawasan yang lebih serius lagi,” pungkasnya. (dwi/k8)