Baja Amin Belum Umumkan Nama Tim Pemenangan

Bakal Calon Presiden Anies Baswedan-Bakal Calon Wakil Presiden Muhaimin Iskandar saat mendaftar ke KPU RI--ist/rb

JAKARTA, KORANRB.ID - Badan Pekerja (Baja) Bacapres-Bacawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), terus mencari kader dan tokoh bangsa untuk terlibat dalam tim pemenangan. Sejauh ini, beberapa nama sudah diinventarisasi dan finalisasi.

 

”Bersama parpol Koalisi Perubahan, kami terus konsolidasi untuk membentuk dream team pemenangan Amin,” kata Abdul Rochim, juru bicara PKB.

BACA JUGA:PSI Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Kaesang Beri Beri Alasannya

 

Sembari menyiapkan tim pemenangan, pasangan Amin juga fokus menggalang dukungan dari berbagai kalangan. Rochim mengklaim, dukungan kepada pasangan capres-cawapres yang diusung Nasdem, PKB, dan PKS itu terus bertambah. ”Alhamdulillah, antusiasme dari berbagai kalangan terus mengalir, termasuk dari tokoh-tokoh berbagai lintas,” ujarnya.

 

Baja Amin dibentuk untuk memfasilitasi tim pemenangan Amin. Mereka terdiri atas perwakilan tiga parpol dan representasi dari pihak Anies dan Muhaimin. Sejak dibentuk pertengahan September lalu, Baja Amin belum mengumumkan perkembanga nama-nama yang masuk.

BACA JUGA:Adu Kuat Menuju Istana ; Ganjar - Mahfud Sosok Komplet, Gibran Rangkul Pemilih Muda, Amin Basis Massa Merata

 

Rochim memastikan, nama-nama yang masuk dalam tim pemenangan segera diumumkan dalam waktu dekat. Dia masih belum mau memberikan bocorannya.”Sabar, pasti akan kita umumkan dalam waktu dekat,” tegas politikus PKB tersebut.

 

Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyampaikan kekhawatirannya soal netralitas aparatur sipil negara (ASN) pada Pilpres 2024. Kekhawatiran itu muncul pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden yang banjir kecaman itu.

 

Menurut Tama S. Langkun,  juru bicara (Jubir) TPN Ganjar-Mahfud, pasca putusan MK itu pihaknya mengimbau agar aparat negara bisa menjaga netralitas. "Semoga keanehan putusan hanya terjadi di MK dan tidak terjadi di lembaga negara lainnya," kata Tama di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, kemarin (24/10).

 

Mungkin, lanjut Tama, ASN tetap bisa menjaga netralitas. Namun, yang dia khawatirkan adalah para pejabat-pejabat di atasnya. Karena itu, mereka harus diingatkan agar benar-benar tetap menjaga netralitas. Dengan demikian, pemilu bisa berjalan bersih, transparan, dan akuntabel.

 

Tama mengatakan, pihaknya juga bersyukur atas putusan MK soal uji materi batas usia maksimal calom presiden dan Wapres 70 tahun tidak dikabulkan. Namun, putusan MK sebelumya, yakni Nomor 90/PUU-XXI/2023 agak aneh. Pertama, soal legal standing pemohon. Padahal, dibandingkan sebelumnya, sekarang syarat legal standing semakin ketat.

 

"Namun, sayangnya syarat legal standing ini hilang dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/ 2023," kata Tama.

BACA JUGA:Pacaran 11 Tahun, Sepasang Calon Pengantin Ini Harus Berurusan dengan Polisi

 

Kemudian, lanjut Tama, soal bertambahnya norma atau frasa dalam putusan MK. Yakni, kata-kata atau sedang dan pernah menjabat jabatan yang dipilih publik. "Sesuai ketentuan, MK boleh membatalkan, tapi tidak bisa menambahkan norma," kata mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu.

 

Selain itu, pasca putusan MK juga harus ada revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang dibahas DPR dan pemerintah. Namun, ternyata KPU hanya mengeluarkan surat pemberitahuan kepada parpol untuk menaati keputusan MK.

 

Sementara itu, pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti mengatakan, pernyataan Presiden yang menyebut akan bersikap sama terhadap semua pasangan calon (paslon) harus mendapat perhatian serius dari semua kalangan. "Itu belum tentu, karena dalam kontestasi pilpres kali ini, ada anak presiden yang juga menjadi calon," terangnya.

BACA JUGA:Aturan Baru Haji, Sebelum Pelunasan Jemaah Harus Jalani Dua Tes Kesehatan

 

Ikrar menegaskan, Joko Widodo (Jokowi) bukan orang biasa. Posisi Jokowi berada di atas semua parpol dan lembaga-lembaga negara. Karena itu, Jokowi memiliki kekuasaan yang besar. Jika presiden memerintahkan bawahannya untuk membantu salah satu paslon, maka tentu akan sangat berbahaya.

 

Bisa dibayangkan, lanjut Ikrar, jika jajaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), TNI-Polri, dan lembaga lainnya dikerahkan untuk mendukung salah satu paslon. Tentu akan merugikan paslon lainnya. "Harus benar-benar netral. Harus lebih pro ke rakyat ketimbang pro kekuasaan atau keluarga kekuasaan," tandasnya. (jpg)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan