Pelaku Pasar Tunggu Puncak FFR

Andry Asmoro--

KORANRB.ID – Berdasar kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia (JISDOR BI), nilai tukar rupiah masih berada di level Rp 15.871 per USD Rabu (25/10). Naik tipis dari posisi sehari sebelumnya Rp 15.869 per USD. Indeks nilai tukar USD terhadap mata uang utama (DXY) juga masih tinggi di 106,42.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro menyatakan, tekanan terhadap rupiah memang datang dari pernyataan Gubernur The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell yang menyebutkan bahwa kenaikan suku bunga acuan dibutuhkan untuk membawa inflasi Amerika Serikat (AS) turun ke 2 persen.

”Market overhang karena ekonomi AS nggak resesi, bahkan masih bisa tumbuh lebih dari 1,5 persen,” ungkapnya.

BACA JUGA:Ingat, Kenaikan Pangkat PNS jadi 6 Periode Berlaku Sejak 2024, Kenaikan Pangkat Dilayani Lewat Satu Sistem

Menurut dia, tekanan inflasi yang tinggi akan bertahan untuk waktu yang agak panjang. Pelaku pasar masih memperhatikan jika inflasi susah turun, Fed fund rate (FFR) akan naik. Masalahnya, saat ini The Fed tampaknya masih akan menunda suku bunga acuannya. 

Sejalan dengan perbaikan data ekonomi Negeri Paman Sam meski inflasi pada September 2023 kembali tinggi sebesar 3,7 persen. ”Sentimen ini membuat penguatan USD dan kenaikan yield US Treasury makin panjang,” jelasnya.

Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) November mendatang, jika The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan, investor global tampaknya belum akan masuk lagi ke negara emerging market. Termasuk Indonesia. ”Karena pelaku pasar menunggu FFR benar-benar mencapai puncak atau rate tertinggi,” imbuhnya. 

BACA JUGA:Bocah Tenggelam di Muara Sungai Lemau Benteng Sudah Ditemukan

Sementara itu, anggota komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan, kenaikan BI 7 days reverse repo rate (BI7DRR) memang dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Namun, kenaikan suku bunga acuan itu juga akan meningkatkan suku bunga bank. Seperti kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB).

”Kemudian nanti masyarakat kita yang masih kredit rumah itu, misalnya, akan susah,” ujarnya.

Anis menyadari kondisi saat ini tidak mudah. Rupiah semakin melemah. Dia berharap pemerintah bersama BI mengambil langkah mitigasi untuk meminimalkan risiko ke depan. Sebab, pelemahan rupiah akan berdampak terhadap utang luar negeri Indonesia.

BACA JUGA:Viral Info Begal Beraksi di Kota Bengkulu, Ini Tanggapan Kapolresta  

”Itu akan membuat kondisi dampak dominonya sangat panjang,” ungkapnya.(han/c17/fal)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan