KORANRB.ID - Istilah 'No Viral No Justice' merujuk pada fenomena di mana penegakan hukum baru dilakukan setelah suatu kasus menjadi viral di media sosial.
Fenomena ini mencerminkan kekecewaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum yang dianggap sering tidak bertindak tegas dan adil kecuali jika mendapat tekanan publik yang luas melalui viralitas kasus di media sosial.
Asal mula istilah ini dapat dilacak ke berbagai kasus yang menjadi perhatian publik setelah mendapatkan sorotan di media sosial.
Salah satu contoh adalah kasus penganiayaan oleh Aditya Hasibuan terhadap Ken Admiral di Sumatera Utara, yang baru mendapatkan perhatian serius dari pihak berwenang setelah video insiden tersebut viral di Twitter pada April 2023.
BACA JUGA:Kenali 9 Tanda Orang akan Meninggal dalam Islam, Salah Satunya Nafsu Makan Meningkat
Fenomena "No Viral No Justice" menunjukkan bahwa masyarakat merasa hanya dengan membuat suatu masalah menjadi viral, keadilan bisa ditegakkan.
Ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap penegakan hukum yang dirasa diskriminatif dan tidak merata, terutama terhadap individu yang memiliki akses dan kekuasaan.
Fenomena ini mendorong penggunaan media sosial sebagai alat pengawasan dan kontrol sosial yang efektif untuk menekan penegak hukum agar lebih responsif dan transparan.
Polri sendiri menyadari kritik ini dan menyatakan bahwa mereka berupaya menindaklanjuti semua laporan masyarakat, baik yang viral maupun tidak, meskipun fenomena viralitas ini diakui sebagai tantangan yang perlu dievaluasi untuk memperbaiki kinerja penegakan hukum di Indonesia.
Fenomena "No Viral No Justice" di Indonesia dipicu oleh beberapa faktor utama yang menyebabkan masyarakat merasa bahwa keadilan hanya bisa dicapai jika suatu kasus menjadi viral di media sosial.
BACA JUGA:Disukai Berbagai Kalangan, Ini Sejarah dan Cara Bermain Biliar dengan Benar
Berikut adalah beberapa penyebab utama dari tren ini:
1. Ketidakpercayaan Terhadap Institusi Penegak Hukum.
Banyak masyarakat yang merasa bahwa institusi penegak hukum, seperti polisi dan pengadilan, sering kali tidak responsif terhadap laporan atau keluhan yang disampaikan secara resmi kecuali ada tekanan publik yang kuat melalui media sosial.
Kasus-kasus yang mendapatkan perhatian besar setelah viral menimbulkan persepsi bahwa tanpa sorotan publik, banyak tindak kejahatan atau pelanggaran hukum yang tidak akan ditindaklanjuti dengan serius.