“Semoga keputusan ini bisa berdampak baik untuk kita semua,” jelas Arif.
BACA JUGA:Lebih Dekat dengan Wajib Pajak, KPP Pratama Bengkulu Dua: Wajib Pajak Mitra Kita
BACA JUGA:Istri Chalik Efendi Walikota Bengkulu Periode 2002-2007 Tutup Usia
Selain menghapus piutang PBB tahun 2018 ke bawah, Pemkot Bengkulu juga resmi mencabut Peraturan Wali Kota (Perwal) terkait Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Nomor 43 Tahun 2019 guna tingkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di wilayah tersebut.
Hal ini disampaikan Penjabat (Pj) Wali Kota Bengkulu, Ir. Arif Gunadi, M.Si.
Arif menyebut Perwal BPHTB ditarik, dan kembali diterapkan aturan sebelumnya yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2004 atau Perwal nomor 6 tahun 2011 tentang penghitungan dan pembayaran BPHTB berdasarkan transaksi dan nilan jual objek pajak (NJOP).
Dengan penggunaan Nilai Objek Pajak yang terhitung kecil untuk menggunakan sistem BPHTB yang terhitung 5 persen dari hasil BPHTB maka diharapakan masyarakat tertib untuk membayar BPHTB dan realisasi Pendapan Asli Daerah (PAD) bisa mencapai target.
“Sekarang kita resmi mencabut Peraturan Wali Kota (Perwal) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Nomor 43 tahun 2019 dan kembali diberlakukan Perwal Nomor 6 Tahun 2011 tentang penghitungan dan pembayaran BPHTB,” terang Arif.
Kemudian untuk alasan kenapa bisa dicabutnya Perwal BPHTB nomor 43 tahun 2019 itu sendiri banyak faktor yang membuat itu terjadi.
Salah satu faktornya adalah saat pihak Pemkot Bengkulu melakukan evaluasi ternyata banyak keluhan di masyarakat mengenai pemberlakukan 5 persen yang harus dibayarkan untuk BPHTB.
Selanjutnya ada beberapa stakeholder memberi masukan agar Perda itu bisa ditinjau ulang, biaya BPHTB di Perwal itu cukup tinggi sehingga masyarakat malas membayar.
Maka setelah berdiskusi, serta melalui pembahasan yang sengit didapatilah hasil Perwal Nomor 43 tahun 2019 itu dicabut.
“Beberapa faktor tersebut membuat kami dan pihak yang terlibat memutuskan melakukan pencabutan,” ungkap arif.
Dengan dicabutnya Perwal nomor 43 tahun 2019 tersebut, pembayaran BPHTB dapat lebih murah dan diharapkan masyarakat dapat melakukan pembayaran, sebab dengan Perwal tersebut masyarakat keberatan membayar karena biayanya yang dinilai terlalu mahal.
"Kita berharap masyarakat mampu membayar BPHTB yang selama ini banyak belum dilakukan pembayaran, Nanti perhitungannya beda, dari yang sebelumnya menggunakan zona nilai tanah (ZNT) dan sekarang dengan NJOP atau kembali dengan Perwal yang lama,” terang Arif.
Sebelumnya dengan diberlakukannya sistem pembayaran BPHTB dengan sudah ditentukan besarannya dan besarannya terbilang mahal maka hal tersebut berpengaruh pada PAD.