Namun saat dicoba untuk memintai hasil uji lab, Kadis DLH tidak dapat menunjukkan hasilnya lantaran hasil uji lab hanya mereka dapatkan via telfon saja.
"Hasilnya sudah ada dan dibawah baku mutu, namun untuk rinciannya kami tidak ada. Yang menyimpan hanya UPTD Laboratorium DLH Provinsi Bengkulu dan PT. AIP itu sendiri,"jelas Sudarman.
Menanggapi itu, anggota DPRD Seluma, Tenno Heika mengatakan bahwa Pemkab Seluma harus tegas dan dengarkan keluhan masyarakat. Bila perlu harus melakukan uji sampel secara mandiri dan jangan mau hanya mengikuti keterangan perusahaan saja.
Karena fakta dilapangan, banyak warga yang mengeluhkan limbah tersebut lantaran aliran sungai tersebut menjadi berminyak, berbau dan kotor.
"Dugaan kuatnya PT AIP melakukan pembuangan limbah sawit kealiran sungai, Pemkab selaku pemegang kekuasaan seharusnya lebih tegas dalam bertindak, jangan hanya memeriksa untuk formalitas saja, bila perlu lakukan uji lab sendiri,"tegas Tenno.
Selain itu juga, Tenno mengatakan bahwa DPRD Seluma tentunya sangat mendukung program Seluma Berinvestasi yang digencarkan oleh Pemkab.
Namun jika perusahaan tidak mendengarkan masukan dan keluhan warga setempat, untuk apa gunanya berinvestasi, kasihan warga setempat yang tidak dapat menggunakan aliran sungai lantaran sudah tidak jernih.
"Untuk apa investasi besar jika warga sengsara, Pemkab harus dengarkan keluhan warga,"ujarnya.
Sedangkan menurut kacamata praktisi hukum, Thaariq Alfathan, SH.MH. Berdasarkan pasal 1 angka 14 UU RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkuhan Hidup.
Diterangkan bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkan makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkuhan hidup yang telah ditetapkan.
Jika benar bahwa limbah PT. AIP mengalir ke aliran sungai dan sesuai dengan keluhan masyarakat artinya perusahaan telah melanggar pasal 98 ayat 1 UU No 32 tahun 2009. Yang isinya yakni setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku mutu kerusakan lingkuhan hidup. Maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun. Serta denda paling sedikit Rp 3 Miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
"Jika benar perusahaan melanggar UU tersebut, artinya perusahaan dapat dikenakan sanksi penjara dan denda yang cukup besar. Penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 Miliar,"tegas Thaariq. (zzz)