"Sementara penerima itu tersebar di desa-desa sesuai wilayah kerja puskesmas yang memiliki jarak cukup jauh. Sebab sesuai ketentuan penerima harus setiap hari diberikan makanan tambahan selama kurun waktu 4 bulan. Soal teknis pengadaan makanan tambahan inilah yang membuat pihak puskesmas tidak berani menjalankan program," jelas Jajad.
Jajad menambahkan, sebelumnya berkaitan dengan permasalahan ini sudah berkoordinasi ke pemerintah pusat. Direncanakan dalam waktu dekat Dinkes Mukomuko akan menggelar rapat koordinasi (Rakor) bersama 17 Kepala Puskesmas (Kapus) dan juga Inspektorat Daerah guna membahas masalah teknis pengadaan makanan tambahan ini.
Diharapkan ada solusi terkait permalahan teknis pengadaan makanan tambahan sampai ke tangan penerima, sesuai dengan ketentuan.
"Kalau bisa yang masak makanan tambahan itu dipercayakan kepada kader Keluarga Berencana (KB) yang ada di masing-masing desa. Sedangkan untuk pendistribusiannya pemdes bisa menggunakan dana desa (DD),’’ ujar Jajad.
Dia beralasan bila mengandalkan anggaran DAK, cuma Rp21 ribu per porsi, tidak akan ada rekanan yang ingin mengambil pekerjaan ini. ‘’Sementara makanan tambahan harus jenis makanan lokal yang kaya akan gizi,’’ imbuh Jajad.
BACA JUGA:Pendataan Penerima Seragam Gratis Tuntas, Disdikbud Distribusikan ke SD dan SMP
BACA JUGA:KPU Mukomuko: Visi dan Misi Bapaslon Harus Selaras Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Jajad berharap, Pemdes bisa bekerja sama menyukseskan program ini. Termasuk mengajak kader KB.
Selain itu juga diharapkan Inspektorat Daerah bisa memberikan solusi, membuat penyederhanaan teknis pengadaan makanan tambahan penanganan stunting ini.
Sebab jika tidak ada solusi terkait pelaksanaanya bisa dipastikan program tidak berjalan.
"Kalau soal teknis ini tidak ada solusi, besar kemungkinan DAK nonfisik untuk program PMT ini serapnnya 0. Akibatnya, kedepan akan menjadi catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mendapatkan DAK selanjutnya," tutupnya.