CURUP, KORANRB.ID - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Rejang Lebong, saat ini menghadapi tantangan yang cukup signifikan dalam memenuhi kebutuhan tenaga pengajar Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Meskipun sudah ada sejumlah guru PAI yang tersebar di berbagai sekolah di kabupaten tersebut, namun mayoritas dari mereka masih berstatus sebagai guru honorer. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan terkait kesejahteraan guru dan kualitas pendidikan agama di daerah tersebut.
Menurut Kepala Seksi PAI Kemenag Rejang Lebong, Bobi Marpeno, jumlah total guru PAI di Kabupaten Rejang Lebong saat ini sebanyak 361 orang. Namun dari jumlah tersebut, hanya 100 orang yang berstatus sebagai ASN, dan 10 orang lainnya berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Sementara itu, 250 guru lainnya merupakan guru honorer, yang sebagian besar belum mendapatkan sertifikasi. Keberadaan guru honorer dalam jumlah besar ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam status kepegawaian di sektor pendidikan agama Islam di Kabupaten Rejang Lebong.
Para guru PAI ini bertugas di berbagai tingkat pendidikan, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA), Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA).
BACA JUGA:Dani-Sukatno Juga Mendaftar Hari Kedua ke KPU Kota Bengkulu
BACA JUGA:Meningkat Drastis, 298 Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Terjadi Tahun Ini
"Mereka tersebar di 15 kecamatan yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, menjangkau wilayah yang cukup luas dan beragam dalam hal kondisi geografis dan demografis," terang Bobi.
Kekurangan guru PAI yang berstatus ASN dan PPPK ini berdampak langsung pada kesejahteraan para guru, terutama mereka yang berstatus honorer. Sebagai guru honorer, mereka hanya menerima honor yang terbatas setiap bulannya.
Tentu saja tidak sebanding dengan beban tugas dan tanggung jawab yang mereka emban.
"Honor yang diterima oleh guru honorer seringkali jauh di bawah standar kelayakan hidup, yang mengakibatkan banyak di antara mereka harus mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari," jelas Bobi.
Selain itu, hanya sedikit guru honorer yang telah mendapatkan sertifikasi sebagai guru non-PNS. Sertifikasi ini penting karena memberikan kesempatan bagi guru yang bersertifikat untuk menerima tunjangan tambahan dari pemerintah.
BACA JUGA:DPR RI Anulir Putusan MK, BEM Unib Demo DPRD Provinsi Bengkulu, Seorang Pendemo Dipukul
Di Kabupaten Rejang Lebong, hanya 12 dari 250 guru honorer PAI yang telah memiliki sertifikasi guru non-PNS.