KORANRB.ID - Terkait banyaknya tenaga honorer di lingkungan Pemkab Rejang Lebong yang terlibat politik praktis jelang Pilkada 2024, serta tidak adanya langkah dari Bawaslu Rejang Lebong dengan alasan tak ada regulasi yang mengatur mengenai pengawasan terhadap honorer, mendapatkan sorotan serius dari sejumlah pihak.
Pengamat Pemerintahan dan Kebijakan Publik Institute Pendidikan Dalam Negeri (IPDN) yang juga Tim Ahli Kementerian Dalam Negeri, Dr. Frans Dione, M.Si mengungkapkan, meskipun tidak ada aturan spesifik yang secara tegas melarang tenaga honorer untuk terlibat dalam politik praktis.
Namun ada alasan kuat untuk memandang bahwa mereka, seperti Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dan Aparatur Sipil Negara (ASN), seharusnya bersikap netral dan tidak terlibat langsung dalam aktivitas politik praktis.
"Pandangan ini didasarkan pada posisi tenaga honorer yang telah menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan, diangkat oleh pejabat yang berwenang, serta menerima gaji dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan baik aspek yuridis maupun sosiologis dalam menilai partisipasi mereka dalam politik," ungkap Frans yang juga merupakan putra asli Rejang Lebong ini.
BACA JUGA:Pemilih di Lebong Didominasi Milenial Sejumlah 28.089 Orang
BACA JUGA:PBB-P2 Sudah Terealisasi Rp2,1 Miliar, Hindari Bayar Pajak Sebelum 29 November
Ia menambahkan, tenaga honorer saat ini memiliki peran penting dalam birokrasi, meskipun status kepegawaian mereka berbeda dengan PNS dan P3K.
Honorer, secara umum, bekerja di bawah pemerintah daerah dan bertanggung jawab pada struktur birokrasi yang sama dengan ASN lainnya. Mereka diangkat oleh pejabat yang berwenang, termasuk kepala dinas atau unit kerja pemerintah, dan mendapatkan gaji dari APBD.
"Status ini menempatkan mereka dalam lingkup birokrasi, dan secara prinsip, seharusnya mengikuti aturan dasar netralitas politik yang juga berlaku bagi ASN dan P3K," ujarnya.
Menurut beberapa pandangan hukum, sambung Frans, meskipun belum ada aturan yang secara eksplisit melarang tenaga honorer untuk terlibat dalam politik praktis, aturan yang ada untuk ASN dan P3K seharusnya bisa diterapkan pada mereka.
BACA JUGA:Pemkab Lebong Sampaikan Nota Pengantar RAPBD Tahun Anggaran 2025
BACA JUGA:Setelah Didesak THLT, Akhirnya Pemkab Lebong Buka Seleksi 1.226 PPPK untuk 3 Formasi
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harusnya lebih serius menyoroti pentingnya netralitas dalam birokrasi, termasuk bagi tenaga honorer, dalam rangka menjaga demokrasi yang sehat dan adil.
Berdasarkan regulasi Bawaslu, P3K dan ASN dilarang untuk berpolitik praktis, termasuk terlibat langsung dalam kegiatan politik partai.
"Jika tenaga honorer dipersamakan dengan P3K dan ASN, maka seharusnya mereka juga tunduk pada aturan yang sama, yakni larangan untuk terlibat politik praktis," tegasnya.