KORANRB.ID - Kabupaten Rejang Lebong menghadapi tantangan serius dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun anggaran 2025. Hal itu disebabkan defisit anggaran yang sangat besar, mencapai Rp 210 miliar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Rejang Lebong, Yusran Fauzi, ST, menyebutkan salah satu upaya yang dilakukan adalah berpatokan pada besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima pada tahun 2024. Langkah ini merupakan bentuk upaya stabilisasi anggaran dengan tujuan menyeimbangkan penerimaan dan pengeluaran daerah.
“Kebijakan ini diharapkan dapat membantu Pemkab Rejang Lebong dalam meminimalkan defisit, sehingga prioritas pembangunan tetap terlaksana dan kebutuhan masyarakat tetap dapat terpenuhi,” beber Sekda.
Ia mengungkapkan, defisit anggaran di Kabupaten Rejang Lebong dipicu oleh beberapa faktor. Di antaranya pengurangan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK), dimana data terbaru dari Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD) menunjukkan bahwa beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Rejang Lebong yang sebelumnya menerima DAK pada tahun 2024, tidak lagi menerima dana tersebut pada tahun 2025.
“Hilangnya DAK bagi sejumlah OPD menyebabkan Pemkab harus melakukan penyesuaian yang mempengaruhi rencana anggaran keseluruhan,” ungkap Sekda.
BACA JUGA:SKD CPNS Usai, BKD Provinsi Bengkulu Tunggu Hasil Rekap BKN RI
BACA JUGA: Aturan Berjualan di Pasar Panorama Tak Dihiraukan Lagi oleh Pedagang, Ini Alasannya
Selain itu juga ada pembatasan Dana Alokasi Umum (DAU), dimana besaran DAU yang diterima oleh Pemkab Rejang Lebong untuk tahun 2025 akan tetap mengikuti besaran DAU tahun 2024. Padahal, kebutuhan belanja daerah terus meningkat seiring dengan meningkatnya biaya operasional, inflasi, dan kebutuhan pembangunan infrastruktur serta layanan publik.
“Pemkab Rejang Lebong juga memiliki komitmen untuk meningkatkan pelayanan publik dan infrastruktur daerah. Hal ini membutuhkan alokasi dana yang besar, sementara sumber pendapatan daerah terbatas. Peningkatan biaya ini akhirnya menciptakan celah antara pendapatan dan belanja daerah,” terangnya.
Dalam menghadapi defisit anggaran sebesar Rp 210 miliar, Sekda menyebutkan bahwa Pemkab melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) akan mengupayakan beberapa langkah, di antaranya dengan tetap merujuk pada besaran DAU yang diterima pada tahun 2024.
Hal ini bertujuan untuk mencegah ketimpangan lebih besar dalam anggaran dan memastikan penerimaan DAU bisa dimaksimalkan dengan lebih realistis terhadap kebutuhan belanja daerah.
“Rasionalisasi anggaran menjadi strategi utama dalam mengatasi defisit yang ada. TAPD bekerja sama dengan DPRD untuk meninjau kembali setiap pos anggaran, terutama yang tidak mendesak atau bersifat tidak prioritas, sehingga dapat ditekan atau ditunda. Rasionalisasi ini diharapkan mampu mengurangi jumlah defisit secara signifikan,” jelasnya.
BACA JUGA:Hasil Verifikasi Pemberkasan PPPK Bengkulu Tengah Diumumkan 30 Oktober
BACA JUGA:Tak Kunjung Ada Perbaikan, Warga Ikhlas Jembatan Padang Serai Roboh ke Sungai
Di sisi lain, defisit anggaran sebesar Rp 210 miliar tentunya membawa sejumlah dampak pada perencanaan pembangunan dan layanan publik yang direncanakan. Beberapa dampak yang potensial terjadi meliputi pengurangan program prioritas, dimana beberapa program atau kegiatan yang telah direncanakan untuk tahun 2025 kemungkinan besar akan terpengaruh.