Selain itu, penderita DBD berisiko mengalami penurunan jumlah trombosit darah secara drastis, yang dapat menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan organ dalam dan syok.
Masa inkubasi antara chikungunya dan DBD juga sedikit berbeda. Pada chikungunya, masa inkubasi atau waktu antara paparan virus hingga timbulnya gejala biasanya berlangsung antara dua hingga tujuh hari.
Sebaliknya, pada DBD, masa inkubasinya berkisar antara empat hingga sepuluh hari. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi dengue membutuhkan waktu lebih lama untuk menunjukkan gejala setelah seseorang digigit nyamuk yang terinfeksi.
BACA JUGA:Punya Dunia Hiburan dan Seni yang Khas, Apa Itu Anak Skena? Simak Penjelasannya
BACA JUGA:Baik Untuk Tubuh, Berikut Manfaat Donor Darah
Masa akut kedua penyakit ini pun berlangsung selama beberapa hari hingga seminggu, tetapi efek samping pada chikungunya bisa berlangsung lebih lama akibat nyeri sendi yang persisten.
Risiko komplikasi juga menjadi pembeda utama antara kedua penyakit ini. Pada chikungunya, komplikasi serius jarang terjadi, tetapi nyeri sendi kronis yang bertahan lama menjadi masalah utama yang mengganggu kualitas hidup pasien. Beberapa pasien bahkan melaporkan gejala nyeri sendi yang berlangsung lebih dari satu tahun setelah infeksi.
Sementara itu, pada DBD, risiko komplikasi yang lebih serius dapat muncul, terutama pada kasus demam berdarah dengue yang parah atau disebut juga dengue shock syndrome (DSS).
Pada kasus ini, pasien mengalami kebocoran plasma darah dan penurunan drastis jumlah trombosit, yang bisa menyebabkan perdarahan hebat, gagal organ, dan bahkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
Oleh karena itu, DBD umumnya dianggap lebih berbahaya daripada chikungunya, terutama bagi pasien dengan kekebalan tubuh rendah seperti anak-anak dan lansia.
BACA JUGA:Pohon Alpukat Tidak Berbuah, Ini Cara Mengatasinya
BACA JUGA:Permintaan Warga Terakomodir, Proses Pekerjaan Dilanjutkan
Meskipun kedua penyakit ini disebabkan oleh virus yang berbeda, penanganan chikungunya dan DBD sama-sama tidak memiliki obat spesifik yang dapat menyembuhkan infeksi virus secara langsung. Pengobatan yang dilakukan bersifat simptomatik atau bertujuan untuk mengurangi gejala.
Pada kasus chikungunya, dokter biasanya akan meresepkan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat penghilang rasa sakit untuk mengurangi nyeri sendi.
Beberapa dokter juga menyarankan pasien melakukan terapi fisik untuk menjaga fleksibilitas sendi agar tidak kaku atau mengalami gangguan mobilitas.
Pada DBD, karena risiko perdarahan yang tinggi, pemberian obat penghilang rasa sakit seperti OAINS justru harus dihindari karena dapat meningkatkan risiko perdarahan.