Namun, saat sertifikat itu sudah jadi, dirinya tidak pernah diberi tahu oleh Kepala Desa Puguk Padero saat itu.
BACA JUGA:Polres Warning Admin Grup Media Sosial, Waspada Terhadap Kampanye Hitam Menjelang Pilkada 2024
BACA JUGA:Audit Keuangan 148 Desa, Target Inspektorat Rampung Awal Bulan
“Saat saya ketemu Arfan (Perangkat Desa, red), saya tanya soal pengambilan sertifikat, saya diminta bayar Rp100 ribu. Tapi baru 2 (sertifikat, red) saya ambil. Karena saat itu saya belum ada uang untuk menebusnya,” ujar Riskon Markoni.
Kemudian, Riskon Markoni dipanggil oleh Polsek Tes dan diberi tahu bahwa sertifikat tanah miliknya sudah dijual kepada Musfan (terdakwa, red) Rp35 juta.
Didalam akta jual beli tanah palsu itu, tanah milik Riskon Markoni dijual dengan harga Rp85 juta.
“Saya tidak pernah menjual tanah saya. Saya tidak tahu menahu, tanah itu masih saya garap,” ucapnya.
Sementara itu, saksi korban lainnya, Titin mengaku bahwa dirinya tidak pernah mengurus pembuatan sertifikat tanah miliknya.
“Tiba-tiba sertifikat saya keluar. Waktu itu memang ada yang ngukur, dari Balai Desa. Karena ada programnya. Setelah itu saya tidak tahu sertifikat itu ada dimana,” ungkapnya.
Saksi perangkat Desa Puguk Pedaro, Arfan mengaku, tidak semua pengukuran tanah di Desa Puguk Pedaro dirinya ikut adil. Namun, dia mengakui tahu jumlah sertifikat yang dibuatkan pada 2018 lebih kurang 400 persil.
“Ada yang saya ikut, dan ada yang tidak saya ikut ngukur (Pengukuran tanah warga, red),” ucapnya.
Arfan mengaku sebelumnya 3 sertifikat atas nama Riskon Markoni dipegang oleh dirinya.
Dua sertifikat sudah di ambil oleh Riskon Markoni dan 1 sertifikat lagi diambil oleh terdakwa Yudi Dinata saat itu menjabat sebagai Bendahara Desa Puguk Pedaro.
“Yudi (terdakwa, red) ada mengambil sertifikat sama saya. Setelah itu saya tidak tahu sertifikat itu kemana. Kemudian, saya di panggil (Polisi, red), ada beberapa sertifikat yang sudah di jaminkan ke koprasi, itu sertifikat Pak Riskon Markoni,” ungkapnya.
Untuk diketahui, 8 terdakwa mafia tanah, 6 terdakwa ditangani Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polres Lebong, yakni WJ, RNS, ST, YD, WS dan OM. Dua lagi adalah OM dan DI, penyidikan ditangani oleh Unit Tindak Pidana Umum (Pidum) Polres Lebong.
Untuk terdakwa OM terlibat dalam dua perkara, yakni perkara Pidum dan Tipidter.