“Namun sisa lahan tersebut masih dikuasai oleh pihak perusahaan dengan dalih memiliki tanaman tumbuh, juga pihak perusahaan tidak mengetahui batas-batas lahan yang dilepaskan,” kata Direktur Eksekutif WALHI Bengkulu, Abadullah Ibrahim Ritonga dalam rillissnya.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh FMBP dimulai dari melakukan pertemuan, mediasi, pelaporan, bahkan aksi demonstrasi di lahan perusahaan. Hingga puncaknya pada tanggal 12 Juli 2024 terjadi ketegangan antara masyarakat dan pihak perusahaan. Diduga oknum aparat melakukan penembakan terhadap 2 warga yang sedang beraktivitas di wilayah yang oleh pihak perusahaan diklaim sebagai lahan PT Agricinal.
Insiden tersebut menjadi penanda bahwa perusahaan menggunakan segala cara bahkan kekerasan untuk tetap menguasai lahan masyarakat.
Oleh karena itu WALHI Bengkulu merekomendasikan Peta Jalan Penyelesaian Konflik Lahan PT. Agricinal Vs Forum Masyarakat Bumi Pekal sebagai berikut.
1. Pemerintah Daerah Provinsi, dan Kabupaten serta Kanwil BPN Provinsi Bengkulu segera mengevaluasi seluruh legalitas perizinan perkebunan sawit PT. Agricinal.
2. GTRA Provinsi Bengkulu segera memasukan konflik lahan yang terjadi antara Forum masyarakat Bumi Pekal vs PT. Agricinal sebagai skala prioritas dalam rangka mewujudkan Reforma Agraria untuk pemulihan ekonomi dan pemulihan ekosistem berdasarkan Perpres 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
3. Pihak PT. Agricinal harus menghormati, melindungi dan mengedepankan prinsip HAM bagi masyarakat desa penyangga.
4. Kepolisian Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten untuk menghentikan tindakan-tindakan kriminalisasi terhadap masyarakat dan harus melihat persoalan yang tengah berlangsung saat ini secara komprehensif sesuai dengan protapnya.
5. Pemerintah dan PT. Agricinal harus mengedepankan prinsip Persetujuan Berdasarkan Informasi di Awal Tanpa Paksaan/Padiatapa yang memastikan bahwa Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal berhak menerima atau menolak berkaitan dengan aktivitas pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam.