KORANRB.ID - Dunia kerja menghadapi fenomena baru yang dikenal sebagai silent quitting atau quit quitting. Berbeda dengan pegawai yang benar-benar berhenti bekerja, seorang “silent quitter” memilih untuk tetap berada di perusahaan namun hanya melakukan pekerjaan sebatas minimum yang diperlukan. Ini penjelasan dan solusi bagi perusahaan jika menemukannya.
Pegawai yang menjadi Silent quitting, mereka memenuhi tugas pokok, namun tanpa antusiasme atau komitmen tambahan. Fenomena ini mencerminkan sikap pasif dari pegawai yang tidak terlibat penuh dalam peran mereka, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas dan kultur perusahaan.
Penjelasan Silent Quitting
Silent quitting bukan berarti seorang karyawan benar-benar mengajukan pengunduran diri. Sebaliknya, ini lebih seperti “berhenti secara mental.” Karyawan yang tergolong silent quitter biasanya merasa kurang terhubung dengan pekerjaan mereka, sehingga tidak lagi berusaha melebihi ekspektasi atau mengambil inisiatif tambahan.
BACA JUGA:Keluarga Besar TP Sriwijaya Provinsi Bengkulu Dukung Romer Lanjutkan Pembangunan
Mereka mungkin datang tepat waktu, melakukan tugas yang diperlukan, tetapi tidak menunjukkan antusiasme atau inisiatif untuk berkembang lebih jauh. Fenomena ini sering kali terjadi pada karyawan yang mengalami kelelahan emosional, merasa tidak dihargai, atau tidak melihat peluang untuk pengembangan diri di perusahaan.
Silent quitting berbeda dari burnout, meskipun kedua kondisi ini bisa saling berkaitan. Burnout biasanya terjadi ketika karyawan terlalu banyak bekerja hingga merasa kelelahan secara fisik dan mental.
Sedangkan silent quitting adalah respons pasif, di mana karyawan memilih untuk tidak terlalu terlibat sebagai bentuk perlindungan diri dari stres pekerjaan atau perasaan bahwa usaha mereka tidak dihargai.
Penyebab Silent Quitting
Kelelahan kerja, banyak karyawan yang mengalami tekanan kerja tinggi atau beban kerja yang tidak proporsional, sehingga mereka merasa lelah secara mental dan fisik. Burnout sering kali menyebabkan karyawan kehilangan semangat untuk melakukan pekerjaannya dengan optimal.
Kurangnya apresiasi, ketika karyawan merasa bahwa usaha dan kontribusi mereka tidak dihargai oleh atasan atau perusahaan, mereka dapat kehilangan motivasi untuk memberikan yang terbaik. Apresiasi yang minim atau bahkan tidak ada sama sekali bisa menjadi pemicu utama silent quitting.
Tidak ada peluang berkembang, karyawan umumnya memiliki kebutuhan untuk berkembang secara profesional. Ketika mereka merasa tidak ada peluang untuk belajar atau naik jabatan, mereka mungkin merasa terjebak dalam posisi mereka dan mulai kehilangan minat.