Normansyah kemudian menyebut hingga November 2024, BPDPKS telah mengumpulkan hasil pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya sebesar Rp22 Triliun.
Artinya, diperlukan Rp 2 Triliun lagi untuk mencapai target Rp 24 Triliun. BPDPKS melalui berbagai upaya untuk mempercepat pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya.
Salah satunya dengan menggandeng Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), untuk mengawal proses pungutan ekspor. Utamanya para eksportir yang berpotensi menyumbang pungutan.
“Selain itu juga kita melihat celah-celah apakah ada nanti kira-kira dari pungutan itu bisa kita eksplor lebih lanjut lagi,” ujar Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS itu.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan penyesuaian tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, CPO, dan turunannya.
Sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2024 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Dalam regulasi tersebut, tarif pungutan ekspor minyak sawit ditetapkan sebesar 7,5 persen. Penyesuaian tarif baru ini sudah berlaku sejak 22 September 2024.