Mengapa Silent Majority Ada?
Fenomena silent majority bukanlah hal baru dalam politik. Di banyak negara demokrasi, termasuk Indonesia, kelompok ini sering muncul karena beberapa faktor berikut:
1. Tekanan Sosial dan Politik
Beberapa individu merasa tidak nyaman menyatakan preferensi politiknya secara terbuka karena khawatir akan tekanan sosial, cibiran, atau bahkan ancaman. Hal ini terutama terjadi di daerah dengan polarisasi politik yang tinggi.
2. Sikap Apatis atau Tidak Tertarik pada Politik
Sebagian silent majority mungkin memilih diam karena merasa tidak peduli atau tidak percaya bahwa keterlibatan mereka dapat membawa perubahan. Sikap apatis ini sering muncul di kalangan pemilih muda atau masyarakat yang kecewa dengan politik.
3. Kebutuhan Privasi
Ada juga individu yang memandang politik sebagai urusan pribadi. Mereka merasa bahwa preferensi politik tidak perlu diketahui orang lain dan cukup diekspresikan saat mencoblos.
BACA JUGA:Bawaslu Belum Terima Laporan, KPU Pastikan Pemilu di Bengkulu Utara Sukses
BACA JUGA:Kekurangan Pejabat Fungsional, Ini Langkah Diambil Pemkab Bengkulu Selatan
4. Lingkungan yang Tidak Kondusif
Di daerah dengan konflik politik atau tekanan tertentu, sebagian orang memilih diam demi menghindari konflik atau gesekan dengan pihak lain.
Peran Silent Majority dalam Pilkada
Silent majority memainkan peran penting dalam Pilkada karena mereka sering kali menentukan hasil pemilu, terutama dalam kontestasi yang ketat.
Sebagian besar silent majority cenderung membuat keputusan tepat sebelum hari pencoblosan, setelah mempertimbangkan berbagai faktor seperti visi-misi kandidat, kepribadian, atau isu-isu terkini.
Kandidat yang kurang populer dalam survei atau media bisa mendapatkan suara signifikan dari silent majority yang merasa simpati atau lebih percaya kepada kandidat tersebut.