KORANRB.ID - Dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan masih akan tetap tumbuh meskipun, akan lebih rendah ke depan. Sejalan dengan surplus perdagangan yang menurun dampak risiko global.
Head Of Macroeconomic Outlook and Financial Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina menyatakan, pertumbuhan DPK memang cukup menantang. Sampai Oktober 2023 tercatat hanya tumbuh 3,43 persen year-on-year (YoY). Lebih rendah dibanding September 2023 yang mencapai 6,54 persen YoY dan Agustus 2023 sebesar 6,24 persen YoY.
“Secara year-to-date (YtD), hanya tumbuh 0,56 persen. Kita bandingkan tahun sebelumnya memang agak menantang,” ungkap Dian kepada koran ini Selasa (26/12) malam.
BACA JUGA:Prediksi BMKG, Malam Tahun Baru Akan Diguyur Hujan
Berdasarkan data Office of Chief Economist Bank Mandiri, DPK mampu meningkat 9,01 persen sepanjang 2022. Kemudian, 2021 mencapai 12,21 persen YtD. Bahkan, sebelum pandemi Covid-19 di 2019 tumbuh 6,45 persen YtD.
Menurut dia, laju DPK dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global yang menyebabkan penurunan ekspor. Selama Januari-November 2023, surplus neraca perdagangan tercatat USD 33,6 miliar. Angka itu menurun dibandingkan surplus pada periode yang sama tahun lalu sebesar USD 50,5 miliar.
“Kita lihat sumbangan surplus perdagangan menurun sekitar 30 persen. Artinya DHE (devisa hasil ekspor) yang masuk ke perbankan tentu lebih rendah,” bebernya.
Dian memproyeksi DPK akan tumbuh 3-4 persen di 2024. Sejalan dengan insentif likuiditas oleh Bank Indonesia (BI) melalui pelonggaran penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) dan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM). Serta, dari pemerintah dengan implementasi kebijakan repatriasi devisa hasil eskpor.
BACA JUGA:Perekrutan Honorer Dihentikan
Meskipun demikian, likuiditas perbankan secara umum masih cukup memadai. Terefleksi dari rasio loan to deposit (LDR) yang masih berada di level 84 persen. Sehingga, cukup untuk mendorong kinerja penyaluran kredit. Pembiayaan bisa tumbuh di kisaran 9-11 persen tahun depan.
Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menuturkan, DPK diperkirakan masih akan tetap tumbuh meskipun lebih rendah dari pertumbuhan kredit. OJK juga tidak melihat adanya kondisi likuiditas perbankan yang ketat.
“Seluruh indikator likuiditas yang digunakan sebagai alat monitoring masih menunjukkan kondisi yang ample (atau jauh di atas threshold) baik rasio AL/DPK, AL/NCD, LCR, NSFR termasuk LDR. Meskipun memang sedikit lebih rendah dibandingkan 2022,” ungkapnya.
Indikasi likuiditas yang masih memadai juga terlihat dari tingkat suku bunga dan volume transaksi di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang juga menunjukkan kondisi normal. Tidak ada suku bunga dan volume transaksi yang anomali. Selain itu, bank-bank juga dapat melakukan transaksi repo kepada BI jika membutuhkan likuiditas yang mendesak.
Keyakinan bahwa likuiditas juga akan cukup terjaga pada 2024 ditopang keyakinan bahwa suku bunga, khususnya di Fed Fund Rate (FFR) telah mencapai puncaknya. Penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) itu kemungkinan dapat dilakukan pada kuartal II 2024.
“Oleh karena itu, OJK melihat kondisi likuiditas ke depan masih akan terjaga dan tentu saja OJK akan tetap memantau perkembangan dan situasi yang berpotensi memberikan pengaruh pada pasar keuangan dan perekonomian domestik,” beber Dian.(han/dio)