KORANRB.ID – Selain hambatan administratif dan ketidakjelasan mekanisme bantuan pembiayaan, Indonesia menghadapi tantangan riil di sektor energi. Yakni, ketergantungan konsumsi energi yang masih didominasi batu bara dan penggunaan gas alam.
Meski konsumsi biomassa industri dan pemanfaatan tenaga surya meningkat, Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menilai bahwa RI belum mencapai kemajuan signifikan dalam diversifikasi energi secara komprehensif dan berkelanjutan. Kesiapan transisi energi masih jauh dari kemerataan antarwilayah.
Belum meratanya kesiapan daerah dalam transisi energi juga bergantung pada tingkat konsumsi per kapita, signifikansi keterlibatan perempuan, serta tingkat kerentanan iklim dan energi di setiap daerah.
BACA JUGA:Pilkada Bengkulu Selatan : Rival-Rival Petahana
Wilayah barat Indonesia seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jogjakarta menunjukkan kesiapan transisi energi yang tinggi. Sebaliknya, kawasan timur dan provinsi-provinsi di luar Jawa seperti Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah menghadapi tantangan ekonomi, kapasitas pemerintahan, dan inisiatif energi bersih yang kurang.
”Ini agak tricky. Transisi energi lebih dinikmati masyarakat perkotaan. Misalnya, subsidi kendaraan listrik. Disiapkan untuk kalangan menengah atas. Di sini ada disparitas. Sebetulnya yang paling rentan ketika transisi energi itu dilakukan adalah saudara kita di Indonesia bagian timur dan pedesaan,” kata Media dalam peluncuran laporan indeks kesiapan transisi energi Indonesia, Selasa, 16 Januari 2024.
Dalam paparan tersebut, 90 persen provinsi di Indonesia belum memiliki kesiapan yang memadai. Yaitu, 70 persen atau 24 provinsi berstatus sedang dan 20 persen atau 7 provinsi berstatus rendah.
BACA JUGA:Penghuni Tanah Papua dan Tradisi Uniknya Suku Dani, Suku yang Suka Berperang
Belum meratanya fasilitas pendukung dan keterampilan membuat daerah sulit mandiri energi. Terutama keterampilan yang berkaitan dengan operator dan instalasi energi terbarukan seperti mikrohidro hingga tenaga surya.
Analis kebijakan energi Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Anjas Bandarso menyatakan, kebijakan transisi energi merupakan wewenang pemerintah pusat dan provinsi. ”Dalam praktiknya kurang optimal karena ketika berbicara renewable energy harusnya bisa dilakukan ke level terkecil, yaitu desa,” terangnya.(**)