MUKOMUKO, KORANRB.ID – Anggota Pokja Kampoeng Sanitasi Aman Layak Bersih (Samanih) Mukomuko, Gianto SH, M.Si mengakui meminta dana ke 14 Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Diajukannya proposal permohonan bantuan, lantaran memang belum ada anggaran dari pemerintah untuk menyukseskan program tersebut.
"Jika hal itu dinilai salah (mengajukan proposal bantuan dana ke pihak swasta), kami selaku Pokja Perencanaan Kampoeng Samanih Kabupaten Mukomuko mohon maaf sebesar-besarnya,’’ ucap Gianto yang juga Kepala Bapelitbangda Kabupaten Mukomuko ini. BACA JUGA: Anggaran Habis, Pemkab Minta Dana kepada 14 Pabrik Sawit Ditegaskan Gianto, program Kampoeng Samanih bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah saja. Tetapi juga butuh partisipasi berbagai pihak, termasuk kalangan swasta untuk ikut menyukseskan. "Pemkab Mukomuko tidak pernah memaksa perusahaan untuk ikut berpartisipasi. Ini dapat dilihat dari nilai partisipasi perusahaan terhadap program Kampoeng Samanih. Silakan cek apa saja yang perusahaan berikan,’’ ujarnya. Sebelum proposal tersebut dibuat dan diberikan kepada perusahaan, dikemukakan Gianto, pihak perusahaanlah yang lebih dulu menyarankan agar Pemkab Mukomuko menyampaikan proposal. Karena pimpinan perusahaan yang ada di Mukomuko tidak berani mengambil kebijakan sendiri tanpa adanya proposal yang diajukan sebagai bahan pertimbangan. ‘’Atas masukan dari pimpinan perusahaan yang ada, maka kami ikuti. Tidak tahu kalau akhirnya menjadi ramai,’’ sampainya. Lanjutnya, Pokja Kampoeng Samanih ini terdiri dari lima OPD teknis. Selain Bapelitbangda, ada Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan Pemukiman, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR), dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Mukomuko. Pokja Kampoeng Samanih dipimpin langsung Sekda Kabupaten Mukomuko, Dr. Abdiyanto, SH, M.Si, CLA. “Kegiatan ini bentuknya partisipan yang melibatkan banyak pihak. Bersama-sama merealisasikan program nasional sanitasi berbasis masyarakat. Saat ini baru lounching usulan, memang tidak memiliki anggaran,” tutupnya. Sementara itu, Ketua Aliansi Petani Sawit Provinsi Bengkulu Edy Mashuri, S.Hut, MT mengatakan, proposal bantuan ke pihak perusahaan, tentu akan membangun ikatan emosional. Dimana petani akan menjadi objek yang paling menderita nantinya. Sebab, dalam pandangan Edy, jika hubungan emosinal terbentuk, maka pemerintah tidak akan mampu bersifat objektif. Terutama Ketika perusahaan menjalankan sistem yang itu dirasakan merugikan masyarakat. “Sekarang kita bisa lihat, setiap ada kasus perusahaan sawit baik mengenai harga pembelian buah, permainan timbangan, permasalahan limbah, tenaga kerja, kemudian pajak untuk daerah, apakah semuanya berjalan maksimal. Dari itu saja kita bisa menilai apa yang terjadi,” tandasnya. Seharusnya, lanjut Edy, pemkab berfikir lebih maju lagi kalau ingin melibatkan perusahaan. Jika memang program tersebut partisipan, dan tidak memiliki anggaran. Salah satunya meminta pihak perusahaan mengeluarkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) memang wajib disalurkan sebesar dua hingga tiga persen dari keuntungan bersih perusahaan pertahun. “CSR ini bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat seperti program ini (Kampoeng Samanih). Nah kira-kira 14 perusahaan ini sudah membayar CSR sesuai ketetapan atau belum. Itu yang seharusnya di kejar oleh Pemkab, bukan malah menjalankan proposal seperti kegiatan Karang Taruna,’’ tukasnya. ‘’Setalah itu juga, jangan sampai dana CSR ini mengalir ke oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, tanpa diketahui daerah,” pungkasnya.(pir)
Kategori :