Ternyata Indonesia Tidak Sepenuhnya Dijajah 350 Tahun, Ini Penjelasannya
Ternyata Indonesia Tidak Sepenuhnya Dijajah 350 Tahun--pixabay
Jika kita menghitung dari tahun 1596, ketika orang Eropa pertama kali tiba di Nusantara, hingga tahun 1945, ketika Indonesia merdeka, maka rentang waktunya sekitar 350 tahun.
Namun, penjajahan Belanda tidak merata di seluruh Nusantara selama periode ini. Banyak wilayah baru dikuasai Belanda pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, jadi pengalaman penjajahan sangat bervariasi di setiap daerah.
BACA JUGA:Karyawan Wajib Tahu! Ini Fenomena NPD di Tempat Kerja
BACA JUGA:Pilkada Bengkulu Tengah, Sri Budiman dan Septi Peryadi Kantongi B1 KWK PDIP
Selain itu, dalam beberapa periode, seperti selama pendudukan Jepang pada Perang Dunia II (1942-1945), Belanda kehilangan kontrol sepenuhnya atas Hindia Belanda.
Jadi, klaim bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun secara keseluruhan adalah penyederhanaan dari sejarah yang kompleks dan beragam.
Kesimpulannya, pernyataan Indonesia dijajah selama 350 tahun sering kali digunakan untuk menggambarkan penderitaan yang panjang dan kerasnya perjuangan untuk kemerdekaan.
Namun, dalam kenyataannya, pengalaman penjajahan di wilayah Indonesia sangat bervariasi tergantung pada daerah dan waktu.
Sejarah kolonialisme di Indonesia adalah cerita tentang perlawanan, adaptasi, dan perubahan yang terus menerus, dengan durasi dan intensitas yang berbeda-beda di berbagai wilayah.
BACA JUGA:Pemuda Tebat Karai Kepahiang Ditemukan Tergantung di Dapur Oleh Ayah Tiri
BACA JUGA:PPP Pemenang Pileg DPRD Bengkulu Tengah, Fepi Suheri Jabat Ketua DPRD Bengkulu Tengah
Oleh karena itu, lebih tepat untuk mengatakan bahwa sebagian wilayah Nusantara dijajah Belanda selama beberapa abad, tetapi tidak seluruhnya dan tidak secara terus-menerus selama 350 tahun.
Lantas timbul pertanyaan, kalaupun benar Indonesia dijajah selama ratusan tahun, mengapa hanya sedikit yang memiliki keturunan campuran di Indonesia ?
Meskipun Indonesia dijajah Belanda selama ratusan tahun, jumlah penduduk blasteran tetap relatif sedikit.
Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan sosial yang eksklusif, pemikiran rasial yang dominan, perbedaan budaya dan agama, serta urbanisasi yang terbatas.