Penyelesaian 3 Titik Konflik HGU PT DDP Vs Petani Belum Rampung

Masyarakat menghadang pihak perusahaan PT Daria Darma Pratama (DDP) membawa hasil panen sawit dari lahan garapan masyarakat di Malin Deman Kabupaten Mukomuko. --firmansyah/rb

BACA JUGA:Kerap Datang Saat Malam Setelah Hujan, Ini Fakta Unik Serangga Laron

Meskipun baik Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah telah mengetahui izin HGU PT DDP estate ABE telah habih dari Desember 2021 lalu. Dengan berakhirnya izin HGU PT DDP tersebut masyarakat bergerak kompak dilakukan perpanjangan.

Namun sayangnya belum jelas atas izin apa yang digunakan saat ini pihak perusahaaan terus beroperasi dan sering melakukan gesekan kepada warga yang akan memanen dilahan garapan.

"Jika perusahaan ingin memperpanjang izin, kami Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) yang mendamping petani desa penyanggah meminta dilakukan evaluasi akan izin yang diberikan kepada perusaahaan tersebut, sebab adanya PT DDP di wilayah kami hanya menambah sengsara masyarakat kami saja,” kata ketua Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kecamatan Pondok Suguh Dedi Hartono.

Dedi menambahkan, masuknya investor menanamkan saham di daerah tentu menjadi sebuah harapan bagi masyarakat.

Terutama dalam bidang kesejahteraan, baik menyediakan lapangan pekerjaan, memperhatikan masyarakat desa penyanggah melalui CSR yang harus dikeluarkan.

Namun sejauh ini masyarakat hanya dijadikan buruh yang jauh dari kesejahteraan serta tidak memiliki jaminan, bisa bekerja lama.

“Paling tinggi warga kami jadi petugas kesamanan, buruh harian di perkebunan, yang bisa kapan saja dilakukan pemecatan oleh perusahaan. Maka dari itu kami sepakat lebih baik lahan tersebut dikembalikan lagi ke pada masyarakat. Agar masyarakat tidak merasa terjajah di rumah sendiri,”terangnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Mukomuko, Juni Kurnia Diana, S.AP mengatakan, sebagai pengawas investasi daerah tentunya berharap penyelesaian konflik agraria ini harus disegerakan.

Sebab jika tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kestabilan sosial masyarakat.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, sengketa atau konflik HGU yang memiliki kewenangan lebih dalam penyelesaiannya yaitu pihak Kementerian ATR/BPN.

Berbicara tugas pokok dan fungsi (tupoksi), yang menguasai data serta sertifikat HGU yaitu pihak Kementerian ATR/BPN. Khusus untuk perpanjangan dan legalitas HGU yang sertifikatnya penguasaannya berada di bawah kewenangan Kementerian. Sedangkan Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mukomuko kewenangan dalam urusan HGU, hanya bisa menjaga kondisi kondusifitas dari pada investasi saja.

“PT DDP berbenturan dengan beberapa kelompok masyarakat karena, lahan garapan maka dari itu kami berharap persoalan ini dapat segera memiliki titik terang,” katanya.

Juni menambahkan, pihak Kementerian (ATR/BPN) dalam hal ini Kantah Mukomuko memiliki peran sebagai ujung tombak berkaitan dengan usulan dan pelaporan kondisi dilapangan dan berkoordinasi juga ke Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Bengkulu. Jelaskan apa yang terjadi sampaikan progres ke Publik dengan harapan masyarakat tahu. Kemudian juga perlu digarisbawahi kewenangan untuk mencabut HGU bukan berada di tingkat Kabupaten. Jadi dalam hal ini, ketegasan pihak Kementerian ATR/BPN lah yang menjadi penentu agar konflik ini dapat segera di tuntaskan. Walaupun ada dampak sosial yang timbulkan.

“Penyelesaian konflik HGU PT BBS ini ada di tangan Kanwil ATR/BPN Bengkulu, dan tentunya melalui Kantah Mukomuko juga, bukan di Pemkab maupun di  Pemerintah Provinsi (Pemprov), namun meskipun demikian, kami akan terus membantuu dalam penyelesaian konflik tersebut,” terangnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan