OTT Rohidin Mersyah: Antara Tebang Pilih dan Pilih Tebang Kasus

Iskandar Novianto--Abdi/RB

Namun, mengapa selalu ada yang lebih “layak” menjadi tumbal, sementara yang lain bebas menari di tepian? Pilih tebang, atau tebang pilih—dua sisi dari koin yang sama.

Yang lebih getir adalah bagaimana korupsi berevolusi.

Jika dulu money politics menggunakan koper penuh uang tunai, kini uang negara menjadi instrumen utamanya.

BACA JUGA:Logistik Pilkada Mulai Didistribusikan di 10 Kecamatan Terjauh dan Sulit Dijangkau

BACA JUGA:Meriani: Dukungan Tak Terbendung, Lanjutkan Perjuangan, Tim Hukum Isyaratkan Praperadilan

Seolah negeri ini sedang melukis tragedi baru: korupsi yang berkamuflase sebagai filantropi.

Program bantuan sosial seperti bansos, BLT, PIP, KIP, PKH, hingga makan siang bergizi gratis menjadi panggung politik, di mana para pemimpin tersenyum lebar membagi “ikan” kepada rakyatnya.

Namun, dampaknya pada ekonomi masyarakat terasa bagai bayangan: terlihat, tetapi tak bisa digenggam.

“Berikan aku pancing, bukan ikan,” ujar sebuah pepatah lama.

BACA JUGA:Pekerjaan yang Dibiayai DAK Fisik untuk Sekolah Sudah 80 Persen

BACA JUGA:APBD Bengkulu Tengah Tahun Anggaran 2025 Mencapai Rp 950 Miliar

Tapi di sini, pancing diganti dengan poster wajah gubernur atau bupati, dengan slogan murahan tentang perhatian kepada rakyat kecil.

Uang negara mengalir deras, tetapi tidak untuk membangun kemandirian, melainkan untuk menciptakan ketergantungan.

Angka kemiskinan turun di laporan statistik, tetapi tidak di kehidupan nyata.

Kembali pada Rohidin Mersyah, kita mungkin bertanya: apakah ia sekadar aktor lain dalam opera sabun politik Indonesia? Atau korban dari sistem yang lebih besar, lebih busuk?

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan