Rambah Hutan jadi Kebun Kelapa Sawit di Mukomuko adalah Kejahatan Luar Biasa
Jalan menjadi akses utama yang digunakan dari kawasan hutan menuju Desa Gajah Mati Kabupaten Mukomuko--firmansyah/rb
KORANRB.ID – Perambahan hutan negara di Mukomuko yang diubah menjadi perkebunan kelapa sawit merupakan tindakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yang berdampak besar.
Serta multidimensional terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, budaya, ekologi, ekonomi, dan politik.
Jelas kejahatan ini dianggap lebih serius daripada kejahatan pada umumnya, dan siapapun yang terlibat dianggap sebagai musuh negara.
“Kawasan hutan dijadikan kebun sawit tentu bentuk kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan dan terorganisir. Sebab kalau perkara maling motor hanya satu yang dirugikan. Tapi kalau kejahatan kehutanan, mulai dari ekosistem, masyarakat, iklim dunia, dan negara seluruh terdampak kerugian,” kata Praktisi Hukum asal Mukomuko Muslim Chaniago SH, MH.
BACA JUGA:Pemkab Siapkan Penyambutan Bupati dan Wabup Lebong Terpilih
BACA JUGA:Ketua DPRD: Ini Tahun Revolisioner, HUT ke-21 Kabupaten Kepahiang
Muslim juga menjelaskan, negara telah menyiapkan Undang-Undang (UU) No 41 tahun 1999, untuk bidang kehutanan.
Bahkan karena dinilai kurang kuat untuk payung hukum menjaga kelangsungan kawasan hutan, maka dibuat lagi UU no 18 tahun 2013.
Pada dasarnya di dalam UU tersebut Pemerintah sudah diberikan mandat oleh negara mengurus hutan.
Maka dari itu pemerintah dengan segala kebijakannya juga turut mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menjaga hutan.
BACA JUGA:Tahun Ini, Lebong Hanya Terima DAK Pendidikan Rp 9 Miliar
BACA JUGA:17 Desa di Rejang Lebong Raih Dana Desa Fantastis Lebih dari Rp 1 Miliar
Sedangkan berkaitan dengan sanksi UU no 41 pasal 50 sangat jelas menyampaikan larangan-larangan berkegiatan di dalam kawasan hutan.
Mulai dari membakar, menebang, apalagi memasukan alat berat, dimana semua poinnya ada didalam UU tersebut.
“Jadi sangat menyedihkan kalau kita melihat keadaan hutan negara di Mukomuko. Sebagian besar sudah dirambah menjadi kebun sawit. Sebab seluruh aturan yang dibuat oleh Pemerintah runtuh dan hancur berkeping-keping dibuatnya,” terangnya.
Muslim juga menyampaikan, tentu merubah kawasan hutan menjadi perkebunan sawit, dilakukan secara terstruktur dan terorganisir. Serta dilakukan oleh orang yang memiliki modal dan jaringan yang bisa mengamankan seluruh aktivitas, merugikan negara secara terang-terangan tersebut.
BACA JUGA:Jangan Tambah Libur, 6 Januari Sudah Masuk Sekolah
BACA JUGA:Uji Coba Makan Bergizi Gratis Butuh Rp 37,5 Miliar, Anggaran Selama Satu Tahun
“Yang pasti pemiliki lahan di kawasan hutan kita ini memiliki modal dan memiliki jaringan yang kuat, bukan orang biasa-biasa. Tentu akan sulit untuk ditindak,”bebernya
Lanjut Muslim, yang perlu digaris bawahi penanganan kejahatan kehutanan di Mukomuko ini, tidak mesti ada delik aduan atau laporan. Penegak hukum bisa langsung menangani perkara tersebut, karena jelas ini merugikan negara.
Namun sayangnya berkaitan dengan penindakan hukum terhadap kelompok-kelompok terstruktur biasanya akan sangat lemah dilakukan.
“Ini bukan cerita baru lagi, publik juga tau kalau orang-orang yang melakukan kegiatan melawan hukum namun kokoh dalam segala hal akan sulit ditindak,” ujarnya.
BACA JUGA:Wow! Berikut 5 Jenis Ikan Makerel, Paling Banyak Dikonsumsi Manusia
BACA JUGA:Reptil Purba Asia Tenggara! Berikut 5 Fakta Unik Buaya Siam, Terancam Punah
Maka dari itu Muslim berharap, APH dapat segera menindak seluruh pihak yang terlibat atas terjadinya kerusakan hutan negara di Mukomuko.
Sebab penegakan hukum yang dilakukan merupakan wujud patriotisme dalam mencintai tanah air dengan mendahulukan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi atau golongan.
“Kami berharap siapa pun itu yang terlibat dapat dimintai pertanggung jawaban. Sehingga Mukomuko bisa terhindar dari bencana besar yang bisa datang kapan saja. Yang dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa,”harapnya.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Mukomuko Aprin Sihaloho S.Hut menyampaikan tidak dapat dipungkiri untuk saat ini sebagai besar kawasan hutan di Mukomuko sudah dibuka menjadi lahan perkebunan kepala sawit yang dimiliki perorangan.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Kebakaran Rumah di Seluma, Pemilik Rumah Tewas, Ini Dugaan Asal Api
BACA JUGA:Segera Launching, Travel BSH Silaturahmi ke Graha Pena RB, Siap Layani Haji dan Umrah
Sehingga kerap menyebabkan bencana alam dan konflik terhadap binatang buas yang sangat rentan terjadi
“Karena keterbatasan kami memang belum memiliki data pasti berapa Ha di masing-masing kawasan hutan tersebut yang telah dibuka, oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun dapat kami pastikan setiap kawasan hutan yang ada di Mukomuko telah dirambah lebih dari setengahnya,”ujarnya.
Terpisah, Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar yang tergabung di dalam Konsorsium Bentang Alam Seblat, dengan tugas utama melakukan interpensi melestarikan kawasan, membenarkan penanganan permasalahan pengerusakan dan alih fungsi kawasan hutan yang dilakukan secara terang-terangan di Mukomuko.
Ia menilai masih belum terlihatnya keseriusan pihak-pihak yang memiliki kewanangan dalam menangani perkara tersebut. Jika hal ini terus dilakukan pembiaraan tentu Bentang Alam Seblat yang di dalamnya terdapat beberapa kawasan hutan akan tinggal nama.
“Konsorsium Bentang Alam Seblat ini memiliki wilayah interpensi 82 ribu Ha, terbentang dari Bengkulu Utara dan Mukomuko. Kasus alih fungsi kawasan hutannya sangat-sangat menghawatirkan. Masih belum bisa dituntaskan,” kata Ali.
Ali menceritakan, wajar jika luasan kawasan hutan yang dirambah sangat luas pertahunnya.
Karena pembukaan kawasan sudah menggunakan sistem mekanik, tidak manual lagi. Tentunya hal ini bisa terjadi harus ada modal yang cukup besar, karena seperti biaya sewa alat berat cukup mahal untuk sekali pengoperasian.
Serta tidak akan mungkin juga alat berat bisa beroperasi bebas di dalam kawasan hutan jika tidak ada yang memfasilitasi.
“Maka dari kami mendesak aparat penegak hukum lebih serius dan segera melakukan penindakan mafia pengerusakan kawasan hutan menjadi perkebunan sawit ini,” tandasnya.
Berdasarkan pantauan RB di lapangan sebelumnya, telah ditemukan plakat atau penanda bawasanya lokasi tersebut merupakan kawasan hutan negara.
Namun sayangnya plakat yang diduga menandakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh l di Kecamatan Sungai Rumbai tersebut, saat ini sudah berada di tengah perkebunan sawit yang tidak diketahui pemiliknya.
Dengan koordinat -2.877525, 101.5221061. Selain itu juga terlihat adanya masyarakat yang mengantungkan hidup dengan menjadi buruh sawit didalam kawasan hutan tersebut. Bahkan membuat tempat tinggal secara berkelompok.
Tidak hanya mendatangi lokasi RB juga melakukan wawancara dengan mantan pejabat desa di Kecamatan Sungai Rumbai yang berinisial SL.
Dalam wawancara tersebut SL mengaku sudah sangat lama kawasan hutan didaerah gajah mati Kecamatan Sungai Sumbai ini dibuka menjadi kebun sawit dengan luasan hingga ratusan hektare. Baik ada yang dimiliki perorangan 3 sampai 5 Ha, bahkan juga ada masyarakat yang menguasai hingga ratusan Ha.
“Kalau nama HPT nya kami tidak tahu, tapi pembukaan perkebunan sawit di kawasan ini sudah sangat lama. Yang pastinya di sekitaran kawasan izin PT Bentar Arga Timber (BAT). Saat ini sudah berubah menjadi kebun sawit. Dengan luasan kepemilikan tergantung dari modal penggarap,”cerita SL.
SL juga mengatakan, selain membuka kebun sawit di kawasan tersebut, SL juga mengakui banyak warga yang menjadi buruh di lokasi perkebunan sawit tersebut.
Apalagi untuk kebun sawit miliki tokoh ternama di Desa Gajah Mati ini yang luasannya mencapai ratusan Ha dikawasan tersebut.
Maka dari itu kemungkinan untuk terjaganya kawasan hutan negara ini sangat tidak mungkin.
Apalagi sangat jarang terlihat pengawas atau penjaga kawasan hutan tersebut yang melakukan patroli
“Kalau luasan pembukaan kawasan besar kemungkinan terus bertambah, selagi ada modal dan lahan kawasan yang tersedia," tandasnya.