Dana PBSI Diusut KPK, BI Bengkulu Harus Transparan, Pengamat Hukum: Potensi Melanggar, Membuka Ruang Spekulasi
SEPI: Ruang pelayanan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bengkulu tampak sepi, kemarin, 3 Januari 2025.RENO/RB--
Menurut Edwar transparansi tersebut tentunya sangat berdampak baik, sebab dengan adanya pemberitahuan ataupun penyampaian terkait dengan PSBI tersebut masyarakat luas dapat mengetahui hal tersebut, dan dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.
“Sehingga masyarakat Bengkulu bisa memanfaatkan dana tersebut untuk kesejahteraan Provinsi Bengkulu,” ungkap Edwar.
BACA JUGA:FINAL! Panitia HUT Kepahiang ke 21 Pilih Armada Ketimbang Denny Caknan
BACA JUGA:Optimalisasi Retribusi Parkir Rejang Lebong 2025, Dishub Targetkan PAD Rp650 Juta
Sementara, Pengamat Hukum Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando, SH, MH menuturkan dalam konteks hukum tata kelola keuangan negara, BI sebagai lembaga negara yang independen tetap terikat pada prinsip akuntabilitas dan transparansi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 yang mengatur bahwa pengelolaan keuangan negara harus diaudit secara independen oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ketidakmampuan memberikan data terkait penyaluran PSBI berpotensi melanggar prinsip tersebut dan membuka ruang bagi spekulasi adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan program sosial ini,” jelas Zico.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) juga mengatur bahwa informasi yang berkaitan dengan penggunaan dana publik termasuk program sosial, merupakan informasi yang wajib tersedia secara terbuka.
Dalam UU KIP tersebut jelas badan publik diwajibkan untuk memberikan akses informasi kepada masyarakat, khususnya terkait program yang menggunakan dana publik atau melibatkan kepentingan masyarakat luas.
“Ketidakjelasan data ini dapat dianggap bertentangan dengan kewajiban hukum untuk membuka informasi tersebut kepada publik, kecuali terdapat alasan hukum yang sah, seperti kerahasiaan data tertentu yang dilindungi oleh undang-undang,” terangnya.
Dari sudut pandang tata kelola yang baik alias good governance, ketidakjelasan ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai efektifitas mekanisme pengawasan internal dan eksternal dalam pelaksanaan PSBI.
“Program sosial seperti PSBI seharusnya dilaksanakan dengan sistem pelaporan yang jelas, termasuk melibatkan audit reguler untuk memastikan dana digunakan secara tepat sasaran,” ungkapnya.
Ketidakmampuan menyediakan data penyaluran dapat mengindikasikan kelemahan dalam manajemen internal BI atau bahkan kurangnya kesadaran akan pentingnya transparansi dalam membangun kepercayaan publik.
“Jadi, penting bagi BI untuk segera memberikan klarifikasi secara komprehensif mengenai penyaluran dana PSBI,” sebut Junius
Langkah tersebut dapat dilakukan dengan membuka data penyaluran secara rinci kepada publik melalui mekanisme yang sesuai, misalnya melalui laporan berkala atau kerja sama dengan auditor independen.
Selain itu BI perlu memperkuat mekanisme pengawasan internalnya untuk memastikan bahwa program-program sosial yang dilaksanakan tidak hanya berjalan sesuai aturan tetapi juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral kepada masyarakat.