Produk Industri Keuangan Nonbank, Penetrasi Pasar Asuransi-Dana Pensiun Dibawah Tiga Persen PDB
KORANRB.ID – Industri keuangan nonbank di Indonesia dinilai punya jalan panjang sebelum bisa mempunyai penetrasi yang layak. Selain trust issue yang harus dijawab dengan upaya literasi, peningkatan kesejahteraan penduduk sebagai salah satu kunci guna mempercepat adopsi produk asuransi atau dana pensiun.
Senior Research Associate Indonesia Finansial Group (IFG) Progress Ibrahim Kholiful Rohman menjelaskan, produk keuangan seperti asuransi dan dana pensiun merupakan instrumen penting dalam menyediakan kestabilan keuangan di berbagai lapisan masyarakat. Sebab, tidak jarang pula force majeure menjadi faktor yang menekan adanya pertumbuhan ekonomi.
’’Di Jatim sendiri, banyak risiko bencana yang mengintai. Saya ambil dari data potensi desa 2017, ada sekitar 1,217 longsor; 2.238 banjir; dan ratusan bencana lainnya,’’ paparnya saat melakukan Campus Visit di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya, kemarin (8/12).
Padahal, baik bencana dan kecelakaan bisa mengurangi potensi PDRB di setiap daerah. Dia menyebut kota Medan sendiri harus kehilangan 10 persen PDRB-nya karena sering terjadinya kecelakaan. Bukan hanya karena santunan atau kerusakan yang harus ditangani, sebab kegiatan ekonomi yang terhambat karena kecelakaan tersebut.
Sayangnya, penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat kurang. Penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih di bawah angka dua persen dari PDB nasional . Angka itu kalah dengan negeri tetangga Malaysia dan Thailand. Sedangkan, dana pensiun pun jumlahnya baru mencapai 2,73 persen. Di Negeri Gajah Putih bisa mencapai 12,74 persen.
’’Harus kami akui bahwa ada trust issue di sini. Masyarakat Indonesia masih takut, ragu, dan menganggap sepele peran asuransi dan dana pensiun,’’ ungkapnya.
Rosi Melati, peneliti IFG Progress, mengatakan bahwa peran asuransi pada dasarnya berjaga terhadap risiko di masa depan dengan manfaat yang lebih. Bahkan, 70 persen dari pinjaman bank yang berisiko sebenarnya juga ditanggung oleh asuransi.
’’Pertumbuhan asuransi juga bisa meningkatkan ekonomi. Karena dana yang diterima dari perusahaan asuransi atau dana pensiun kembali disalurkan ke pasar modal atau SBN,’’ terangnya.
Namun, seperti lingkaran setan, asuransi juga tidak bisa banyak menggaet konsumen jika kesejahteraan masyarakat belum membaik.
Menurut penelitian IFG Progress, dari 50,7 pekerja formal di tanah air, kisaran peserta dana pensiun wajib seperti BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, dan Asabri baru mencapai 17,5 juta – 20,6 juta jiwa. ’’Tingkat kontribusi dana pensiun publik di Indonesia sendiri baru mencapai 8,7 persen. Kita lihat di Malaysia saja sudah mencapai 25 persen,’’ imbuh Alvin Prabowosunu, peneliti IFG Progress.
Menurut perhitungan Alvin, Indonesia butuh pertumbuhan PDB per kapita yang tinggi jika ingin menyamai negara lain. Untuk menyamai penetrasi asuransi AS dalam waktu lima tahun harus 24,15 persen per tahun. Jika ingin menyamai rata-rata penetrasi Asia dalam lima tahun ke depan, RI mencatat pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun.(bil/dio)